Sabtu, 06 Desember 2008

Nilai Sebuah Pengorbanan

Berkurban adalah ibadah tahunan yang dilaksanakan kaum Muslimin setiap hari nahar di bulan dzulhijjah, baik yang menunaikan ibadah haji maupun yang hanya berlebaran di negerinya masing-masing. Sesuai dengan namanya “iedhul adha hari raya kurban, maka untuk meraih dan merayakan kemuliaannya harus dengan kurban, sebagaimana meraih kemuliaan bulan ramadhan dengan puasa.”
Berkurban merupakan ibadah tertua dari ajaran agama samawi. Perintah berkurban sudah ada semenjak Nabi Adam as.
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آَدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآَخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa". (QS. AL-Maidah : 27).
Selanjutnya (diketahui) diperintahkan kepada Nabi Ibrahim a.s. Dari syariat nabi Ibrahim, di mana beliau diperintahkan untuk menyembelih anaknya Ismail a.s.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar".(Q.S. As-shaffat : 102).

Kalau kita cermati perintah kurban kepada kepada putra Nabi Adam a.s. dan kepada Nabi Ibrahim a.s., maka dapat dipahami bahwa berkurban bukan hanya syariat yang diturunkan kepada ummat Islam, tetapi telah menjadi syariat bagi seluruh ummat manusia, yang intinya taqarrub ilallah.
Bagi Ibrahim a.s. perintah kurban dengan menyembelih anaknya, menjadi ujian tersendiri bagi keimanannya, ia merupakan bentuk ketaatan dan lambang ketundukan kepada Tuhannya. Kita dapat merasakan betapa beratnya suatu ujian ketika seseorang diperintahkan untuk menyembelih buah hati semata wayang yang begitu dicintainya. Bayangkanlah sekiranya kita (dengan kwalitas iman seperti sekarang ini), berada pada posisi Nabi Ibrahim yang diperintahkan untuk menyembelih anak yang sangat kita cintai!.
Tetapi bagi seorang Nabi Ibrahim a.s., dalam kondisi yang bagaimanapun beratnya, maka ia menghadapinya dengan rasa dan logika iman, sehingga betapapun ia mencintai anaknya Ismail, cintanya kepada Allah swt adalah cinta di atas segala-galanya.
Setelah Ibrahim as membuktikan ketaatannya terhadap perintah Tuhannya, dan sukses menghadapi ujian Allah swt, ia dianugerahi izzah. Allah swt memberikan balasan kebaikan dengan mengganti sembelihannya dengan seekor kibas.
إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ * وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang Kemudian, (yaitu)"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim" Q.S. As-Shaffat : 106-110

Keutamaan Berkurban
Kalau Ibrahim a.s. memenuhi perintah Allah untuk berkorban meskipun yang akan dikorbankannya itu adalah anaknya sendiri, maka apa yang menghalangi kita tidak menggegaskan hati, mempercepat langkah memenuhi seruan Ilahi, memaksimalkan harta yang kita miliki, berkurban di jalan Allah?
Berkurban adalah ibadah, sama dengan ibadah-ibadah lainnya. Allah swt memerintahkan kepada seluruh kaum muslimin tanpa kecuali untuk berkurban وانحر لِرَبِّكَ ِّ فَصَل “Maka tunaikan shalat kepada Tuhanmu dan berkurbanlah”. Perintah Allah swt ini kemudian disikapi Rasulullah saw dengan segera melaksanakan titah Tuhan dan memerintahkannya dengan seruan keutamaan:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
Dari Aisyar r.a. Bahwasanya Rasulullah saw bersabda : tidak ada pekerjaan anak cucu Adam yang paling dicintai Allah swt pada hari nahar kecuali mengalirkan darah. Sesungguhnya ia (kurbannya) akan datang datang pada hari kiamat dengan tanduknya, bulunya. Dan sesungguhnya darah (nilai sembelihan) itu telah ditempatkan oleh Allah di suatu tempat, sebelum ia jatuh ke tanah (HR. Ibnu Majah, Tirmizi).

Dalam hadits yang lain, Rasulullah saw dengan tegas mengingatkan,
“Barangsiapa ada kelapangan, tetapi tidak berqurban, maka janganlah ia dekat ke tempat shalat kita.” HR. Ahmad dan Ibnu Majah dan disahkan oleh Hakim.

Maka alangkah ruginya seorang hamba yang telah diberikan kesempatan untuk melakukan kebaikan tetapi ia menyia-nyiakan kesempatan itu. Alangkah perhitungannya anak manusia terhadap materinya yang enggan menyisihkan sedikit dari hartanya untuk dibelanjakan di jalan Allah sebagai ungkapan syukur dan terima kasih kepada Yang Maha Pemberi rezki. Sesungguhnya orang yang beruntung adalah orang yang menyegerahkan dirinya dalam kebaikan. Sambutlah kebaikan itu dengan hati kemenangan. Allah swt telah membukakan pintu kebaikan, Maka “fastabiqul khaerat” berlomba-lombalah dalam kebaikan.

Berkurban Sarana Mendekatkan diri kepada Allah swt.
Kurban sebagai ibadah merupakan sarana untuk membangun hubungan kedekatan diri kita dengan Allah swt. Siapa pun yang dekat dengan Allah, maka ia akan senantiasa mendapatkan limpahan karunia, ketenangan jiwa, dan kebahagiaan hidup. Allah senantiasa menjaga dirinya karena memang Allah sebaik-baik penjaga.
Kurban menjadi ungkapan kesediaan hati dan pernyataan kesanggupan diri untuk mengorbankan apa saja yang dimiliki bahkan hingga kepada yang paling dicintai sekalipun demi untuk membuktikan ketaatan dan ketundukan kepada Allah swt. Kurban menjadi pernyataan cinta di atas segala cinta kepada Ar-rahman, tempat segala pujian.

Hakekat Kurban
Hakekat kurban yang kita lakukan bukan terletak pada sembelihannya. Karena bukan hasil sembelihan yang kita persembahkan kepada Allah. Allah Maha Kaya sehingga tidak butuh dari hambaNya sesuatu apapun. Bukan daging atau darahnya yang sampai kepada Allah. Karena apa bedanya dengan peribadatan yang dilakukan kaum musyrik yang menyembah Tuhannya dengan niat menjadikan sembelihannya sebagai persembahan kepada Tuhannya, dan menjadikan darah itu sendiri sebagai bagian ritual ibadahnya (dicera).
Tetapi berkurban dengan menyembeli hewan, mengalirkan darahnya, mengambil dagingnya hakekatnya adalah bagaimana kita bisa menemukan ketaqwaan di dalamnya. Yang akan sampai kepada Allah dan diterima di sisiNya, kemudian diberikan balasan pahala adalah nilai ketaqwaan yang ada dibalik kurban yang kita tunaikan.
لنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik (Q.S. Al-Hajj : 37)

Ketika Allah swt menjadikan puasa di bulan ramadahan sebagai wasilah menuju taqwa, maka berkurban menjadi wasilah ketaqwaan di bulan dzulhijjah. Mungkin kita bertanya, kenapa ibadah-ibadah itu dilakukan capaiannay adalah bertaqwa? Karena ketaqwaanlah yang akan menentukan masa depan hamba di negeri akhirat.
وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal (Q.S. Al-Baqarah : 197).

Mewujudkan ketaqwaan dalam prosesi kurban, dilakukan dengan membangun pilar-pilar keshalehan yang kokoh dan tangguh. Yaitu pilar kesalehan pribadi dan kesalehan sosial. Di antara pilar keshalehan pribadi adalah :
1. Keikhlasan.
Keikhlasan merupakan pokok suatu ibadah dan amal shaleh.
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَة
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus. dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus (Q.S. Al-Bayyinah : 5)

Ikhlas berarti mengkhususkan tujuan semua perbuatan hanya kepada Allah swt semata dan bukan kepada yang lainnya. Serta mampu mengenyampingkan segala penilaian manusia dan melupakan pandangan selain pandangan Allah yang senantiasa melihat setiap jengkal langkah, setiap tarikan nafas dan detak jatung hambanya.
Berkurban harus dengan ikhlas. Tidak dilakukan untuk dilihat sebagai orang kaya, bukan untuk mendapatkan penilaian dermawan, bukan pula untuk mendapatkan pujian dan sanjungan sebagai ahli ibadah. Tetapi berkurban semata karena mengharapkan ridha Allah swt. Dari berkurban kita dituntut untuk membiasakan diri bekerja dengan ikhlas dan berbuat karena Allah swt.
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Q.S. Al-An’am : 162

Sering kali kita jumpai orang berbuat baik karena punya tujuan ganda, karena ada tujuan-tujuan tertentu untuk kepentingan pribadinya. Sehingga disaat tidak ada lagi kepentingannya, kebaikan itu pun hilang seiring dengan hilangnya ketidakikhlasan. Betapa banyak orang berderma, menyalurkan bantuan, memberi uang, membelanjakan hartanya tidak lain karena ingin memuluskan tujuan dan keinginannya, memperdaya orang banyak demi kepentingannya. Maka dengan berkorban, kita kubur unsur ketidakjujuran, kita hanguskan ketidakikhlasan hati. Mari kita jadikan kurban sebagai sarana untuk mengasah keikhlasan hati dalam berbuat.

2. Cinta.
Mari kita kembali menghayati perjalanan cinta Nabi Ibrahim a.s. kepada Tuhannya. Begitu indah dan begitu mulia cinta Ibrahim. Berbahagialah orang yang mampu menemukan cinta itu, seperti cinta yang dimiliki Nabi Ibrahim a.s.
Ibrahim a.s. yang setelah bertahun-tahun mendambakan anak, namun ketika dambaannya itu hadir, Allah swt memerintahkan untuk membawa buah hatinya yang dicintainya itu di tempat yang jauh, tempat yang asing, tiada kehidupan, hanya berselimut padang pasir yang bisu, dan gunung-gunung batu yang diam mematung.
Setelah bertahun tahun Nabi Ibrahim meninggalkan anak dan istrinya karena perintah Allah, ia pun dipertemukan kembali dengan suka cita. Alangkah senangnya Ibrahim, alangkah gembiranya istri dan anaknya. Kita bisa merasakan kebahagiaan itu, kebahagiaan bisa berkumpul dengan orang-orang yang dicintainya.
Tetapi Allah tidak mau membiarkan hambaNya larut dalam hasutan cinta yang semu, terlena dengan kegembiraan, sehingga alpa dengan tugas dan amanat, dan menggadaikan cinta sucinya kepada keindahan duniawi. Ia pun diperintahkan untuk menyembelih putranya Ismail, mengorbankan sesuatu yang amat dicintainya.
Bayangkanlah betapa hebatnya goncangan hati Nabi Ibrahim as. antara cinta kepada anak dengan cinta kepada Allah. Mungkin sekiranya kita menghadapi kenyataan seperti itu, akan melayangkan protes kepada Allah, bahkan menyatakan penolakan. Tetapi Nabi Ibrahim a.s. yang telah menemukan nikmatnya bercinta dengan Pemilik segala cinta, telah berada pada makam cinta Allah di atas segalanya. Tanpa ragu dan buruk sangka sedikit pun, ia menunaikan perintah Allah swt tersebut.
Maka dengan semangat kurban, kita diajari untuk bisa menjadi hamba pencinta. Bagaimana mengembarakan hati kita untuk menemukan cinta sejati dari segala cinta, cinta yang dapat mengalahkan segalanya, yaitu cinta kepada Yang Maha Pencinta, cinta kepada Allah swt, dan cinta kepada RasulNya.
Cinta kepada Allah swt, berarti menjadikan perintah Allah swt sebagai prioritas tertinggi dalam hidup.
Sering kali hamba Allah larut dalam cinta dunia yang berlebihan, terbuai dengan cinta materi, bisnis, jabatan yang melebihi batas, sehingga menodai cinta sucinya kepada Allah sawt. Kadangkala karena takut kehilangan jabatan, hukum Allah dilibas. Karena demi kekuasaan, dosa dan larangan Tuhan pun dilanggar. Karena sibuk mengumpulkan harta sehingga melupakan ibadah, akidah ditelantarkan.
Allah yang pemilik segala kekayaan yang di genggamanNyalah segala keputusan datang menyapa kita dalam satu tanya; “apakah pangkat, jabatan, serta dunia dan segala isinya mengekalkanmu? Ketahuilah bahwa semuanya itu sandiwara dan permaian, hanyalah kenikmatan yang menipu?. وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Dan tiadalah kehidupan dunia itu kecuali kenikmatan yang menipu (Q.S. Ali Imran :185)

Kalau kita sudah menyadari bahwa dunia dan segala isinya hanyalah permainan yang sesaat, sebatas sendagurau yang memikat, dan dipenuhi jerat-jerat tipuan. Lantas bagaimana kita menyikapi dunia ini? Sekali lagi Allah yang Maha Bijaksana telah membimbing kita dalam firmanNya;
قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ
تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (Q.S. At-Taubah : 24).

Sejalan dengan peringatan Allah swt di atas, Rasulullah saw menyabdakannya dalam salah satu haditsnya
عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian hingga akulah yang lebih dicintai dari bapaknya, anaknya dan seluruh manusia (HR. Bukhary)
Cinta kepada Rasul, berarti mengikuti sunnah-sunnahnya dan tidak melanggarnya hanya karena kepentingan urusan duniawi. Mari kita bangun cinta. Cinta kepada Allah dan Rasulnya, karena itulah cinta suci yang tertinggi yang tidak mungkin ditukar dengan dunia dan segala isinya.
Mari kita bangun cinta dalam ibadah. Sebaik-baik ibadah adalah, ketika cinta dihadirkan di dalamnya. Orang yang beribadah tidak diikuti rasa cinta, maka ia tidak akan sanggup menikmati ibadahnya, ia tidak akan bahagia dengan ibadahnya, dan tidak dapat mencapai ketenangan jiwanya. Yang ada hanyalah ibadah terasa berat, dan menyusahkan.

3. Tawakkal.
Keputusan Ibrahim a.s. untuk meninggalkan anak dan istrinya di tempat tak berpenghuni membuat istrinya Siti Hajar harus hidup dalam kepasrahan. Ketika Ibrahim berbalik pergi meninggalkannya Siti Hajar bertanya,: “Wahai Ibrahim apakah ini perintah Allah?” Nabi Ibrahim hanya menoleh. . . dan dia melanjutkan jalannya dan Siti Hajarpun mengejar sambil bertanya lagi,: “Wahai Ibrahim apakah ini perintah Allah?” Nabi Ibrahim-pun hanya menoleh lalu tetap berjalan. Dan Siti Hajar-pun bertanya yang ketiga kalinya dengan pertanyaan yang sama sehingga Ibrahim akhirnya menganggukkan kepalanya tanda mengiyakan. Firman Allah: Ketika Siti Hajar mengetahui alasan suaminya meninggalakn dirinya dan anaknya karena perintah Allah, maka ia pun berkata pergilah!, aku yakin bahwa Allah swt tidak akan menelantarkan diriku, sesungguhnya Allah sebaik-baik penolong.
Ketika anaknya Ismail menangis karena haus dan lapar, Siti Hajar berusaha mencari air, dilihatnya air mengalir di bukit Shafa, maka pergilah Siti Hajar ke bukit Shafa, ternyata yang didapat hanya fatamorgana saja, dilihatnya di bukit Marwa ada air mengalir, maka larilah Siti Hajar ke bukit Marwa, ternyata yang ada hanya fatamorgana saja. Hingga ia terus berlari mencari air dari bukit Shafa sampai ke bukit Marwa sebanyak tujuh kali dan dia pun tidak dapat menemukan air. Siti Hajar telah berusaha sekuat tenaga, namun hasilnya masih nol besar. Maka akhirnya ia hanya bisa pasrah dan bertawakkal menyerahkan dirinya, dan segala urusannya kepada Allah swt. Allah yang Maha Kuasa, Allah yang Maha Pencipta, Allah yang Maha Rahman dan Rahim. Allah yang Memberi Kehidupan, Yuhyi wa yumit wahua ala kulli syaein qadir
Kesabaran dan ketawakkalan Siti Hajar membuahkan kemuliaan bagi diri dan anaknya. Sebuah karunia yang membangungkan padang pasir tandus dan gunung-gunung batu dalam nafas kehidupan. Membangkitkan semangat hidup makhluk pesimistis dari terpaan penderitaan. Tiba-tiba Allah swt memancarkan mata air yang deras di dekat tubuh Ismail a.s. itulah air zam-zam yang tidak pernah habis sampai sekarang (dan sampai hari kiamat insyaallah). Itulah janji Allah swt. Allah swt memperlihatkan keagunganNya kepada hambaNya bahwa siapa yang beriman dan bertaqwa kemudian bertawakkal, maka Allah swt akan memberikan jalan keluar.
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. (Q.S. At-Thalaq : 2-3)

Adapun pilar keshalehan sosial adalah insaniyatul insan (memanusiakan manusia). Yaitu perwujudan eksistensi manusia kepada derajat yang sesungguhnya. Derajat dimana manusia lebih mulia dari seluruh makhluk termasuk malaikat. Ia hidup dalam naungan fitrawinya, bebas mengabdi dan mengagungkan Tuhannya, terhindar dari proyek penghancuran martabat insaniyahnya sebagai abdullah (hamba Allah) dan khalifatullah fil ard (mandataris Tuhan di bumi).
Ritual kurban atau pengorbanan memiliki korelasi yang kuat dengan sejarah perjalanan hidup ummat manusia dalam mengapresiasikan penyembahan kepada Tuhannya. Di zaman Mesir kuno setiap tahunnya diadakan prosesi penyembahan dengan mengorbankan perempuan cantik sebagai sesajen kepada dewa Nil, dengan cara menyeburkannya ke dalam sungai, agar sungai Nil Tidak meluap.
Bangsa Arab sebelum datangnya Islam, perbudakan merupakan bagian dari hiruk pikuk peradaban kerdil akidah. Jual beli orang menjadi bagian dari tarikan nafas masyarakat jahiliah, wanita dieksploitasi sebagai pemuas nafsu syahwat laki-laki, anak perempuan dianggap sebagai aib dan petaka keluarga.
إِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ
Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan Dia sangat marah. Q.S. An-Nahl : 58.

وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ * وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ * بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ
Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, Karena dosa Apakah Dia dibunuh Q.S. At-Taqwir : 8-9

Di Jepang, hingga di tahun 1940 masih berdirih kokoh diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki selalu di nomor wahidkan dari perempuan, dan jika anak perempuannya protes, akan dijawab, “anak perempuan hanya untuk dipandang bukan untuk di dengar”. Hingga di negara kita, diskriminasi kaum perempuan masih terasa kental, tapi tradisi menyimpang itu kita warisi dengan bangga.
Kehadiran Islam sebagai ajaran yang kamil (universal), dan syamil (komprehensif) termasuk di dalamnya ajaran berkurban, meruntuhkan semua berhala dan tradisi jahiliyah, memuliakan manusia, dan menempatkan manusia dalam posisi yang sejajar di hadapan Allah swt. Perhatikanlah ayat-ayat Allah swt berikut ini ;
وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا
Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.
Q.S. An-Nisa : 124

Tetapi kenyataannya saat sekarang ini, kehidupan ala jahiliyah terhampar kembali di atas peradaban manusia modern. Perbudakan dan jual beli manusia dengan modus baru telah menjadi bisnis yang mengasyikkan. Lihatlah di bar-bar, diskotik-diskotik betapa banyak anak manusia terjebak dalam ritual jahiliah, dikorbankan demi kepuasan nafsu syahwat? Pembunuhan secara sistimatis melalui jarum suntik, narkoba dan HIV/AIDS terus memangsa manusia tanpa pilih umur atau pilah kelas, tidak punya batas dan episode akhir. Kita tidak tahu kapan akan berakhir.
Kalau saja di zaman dahulu pengorbanan dilakukan dengan mengorbankan manusia, mengapa tradisi itu kembali mengotori manusia zaman sekarang setelah dibersihkan oleh Islam dengan kesucian ajarannya? Bukankah kehadiran Ibrahim a.s. yang diperintahkan untuk menyembelih anaknya tapi kemudian digantikan oleh Allah Allah swt dengan seekor kambing menjadi isyarat bahwa berkurban dilakukan tidak dengan manusia, karena manusia diciptakan bukan untuk dikorbankan. Tradisi sesajen manusia sudah saatnya untuk diakhri. Manusia di mata Allah adalah mulia dan punya nilai tinggi
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آَدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. Q.S. Al-Isra : 70.

Maka dengan kurban mari kita menyelamatkan manusia dari kehinaannya, mari bersama berjuang untuk mengakhiri tradisi pemujaan syahwat dengan mengorbankan manusia sebagai sesajen atau tumbalnya. Kita selamatkan diri, keluarga dan ummat manusia secara keseluruhan dari lumpur nista kemungkaran. Kita kembali kepada kebenaran Islam. Kita kembali kepada al-Quran dan sunnah, kita hidupkan hati dengan cahaya Ilahi. Kita sinari kehidupan ini dengan sinar keshalehan....Wallahu 'alam

Tidak ada komentar :