Rabu, 31 Desember 2008

Hijrah Menuju Perubahan


Manusia adalah mandataris Tuhan yang sengaja Allah hadirkan di pelataran bumi. Walaupun pada awal kehadirannya diprotes oleh Malaikat, bahkan menjadi sebab terjungkalnya iblis dari kasih sayang Allah dan terlempar ke dalam jurang laknat.

Kehadiran manusia di bawah kolong langit ini, tidak sekedar muncul tanpa maksud, bukan sebatas untuk menikmati indahnya ciptaan Tuhan. Manusia hadir untuk menjalankan suatu tugas di bawah kodrati Tuhan, dan bimbingan RasulNya. Yaitu mengabdi dalam keyakinan yang utuh, bekerja untuk kemanfaatan dan kemaslahatan, melahirkan kebajikan, mengharapkan taman kebahagiaan.
Perjalanan hidup kemudian dijalani dengan pengembaraan untuk menemukan ridhaNya, menggapai mahligai cintaaNya. Sebab betapapun lakon kehidupan yang disiapkan Tuhan hanyalah sementara, singkat dan tidak kekal. Maka sekecil apa pun peluang dan kesempatan akan menjadi berharga bila dimaksimalkan, tetapi akan menjadi lorong kebinasaan jika diabaikan. Itulah sebabnya Rasulullah saw mengingatkan kepada siapa yang mengikuti sunnahnya untuk menjadi orang yang paham betul akan perjalanan hidup, sebagaimana dalam sabdanya “jadilah di dunia ini seperti orang asing atau sang pengembara”.
Memang perjalanan hidup amatlah singkat, maka beruntunglah orang yang mengisi hari-harinya dengan sujud dalam penghambaan di hadapan keagungan Sang Maha Sempurna. Karena sebaik-baik orang beriman yang menghambakan dirinya hanya kepada Penciptanya, dan seutama-utama hamba ialah yang beriman hanya kepada Pemilik dirinya. Dan hamba yang beriman yang mampu membuka tabir kebahagiaan, meraih kesuksesan hidup adalah mereka yang mampu menciptakan perubahan pada diri dan kepada orang lain.
Orang beriman tidak akan jatuh dua kali dalam satu lobang kesalahan yang sama. Ia menyegerahkan dirinya menuju maghfirah Tuhannya, berhijrah menuju puncak keutamaan, menciptakan perubahan-perubahan yang dinamis, mempercepat langkahnya menuju istana ampunanNya, hingga meraih rahmat dan ridha Ilahi.
Mukmin yang berjiwa pengabdi tidak akan menikmati hidupnya dengan keapatisan dan kejumudan, atau membiarkan dirinya terkungkung dalam kesalahan-kesalahan yang berkepanjangan, terperangkap dalam kegelapan dosa, atau bersantai menikmati ketertindasan dan membiarkan ketidakadilan menjadi raja kehidupannya. Tetapi, mukmin yang berjiwa pengabdi akan mendobrak segala penghalang kebajikan, meruntuhan segala keberhalaan hati, membangkitkan revolusi perbaikan dan perubahan ke arah hidup yang punya makna dan ridhai Allah. Menghijrahkan diri menuju ma’rifah Allah sawt.

Hijrah berarti berpindah dan berubah.
Hijrah berarti berpindah dari suatu kepada sesuatu yang lain, baik hijrahnya adalah hijrah zatiyah ataupun hijrah maknawiyah. Dalam hidup ini ada tiga jenis hijrah yang harus terbangun dengan baik, dan tidak boleh terhenti.

1. Hijrah dari larangan-larangan Allah saw.
Berhijrah dari larangan Allah berarti meninggalkan segala larangan-larangan Allah swt dan berpindah ke pengamalan perintahNya. Berpindah dari kegelapan dosa menuju cahaya amal shaleh. Rasulullah saw dalam sabdanya; “orang yang berhijrah (muhajir) adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah swt (hadits)”. Larangan mencakup khitab tahrim (haram), dan khitab takrih (benci)
Dalam kehidupan ummat manusia sekarang ini, berhijrah dari larangan Allah saw merupakan tuntutan yang sangat mendesak. Karena, betapa manusia telah jauh tenggelam dalam larangan-larangan Allah swt. Lihatlah ! adakah larangan Allah yang belum dilakoni manusia sekarang? masihkah ada larangan yang disisahkan untuk anak cucu kita? Sungguh!!! Tidak ada dosa dan larangan yang membuat ummat-ummat terdahulu ditimpa azab dari Allah, kecuali semuanya telah tertunaikan. Bahkan, bangga dengan dosa-dosanya, bangga mengiklankan pelanggaran-pelanggarannya.
Inilah hijrah pertama yang wajib dijalani bagi pengharap ridha Ilahi.

2. Hijrah dari Perbuatan yang Mubah. Perbuatan mubah seringkali dipahami sebagai bagian yang lepas dari tuntutan hukum, karena tidak ada konsekuensi di dalamnya. Memang benar statement tersebut, sebab mubah dalam terminologi figh memaknakan pembolehan, boleh dikerjakan dan boleh tidak dikerjakan.
Namun jika perbuatan mubah itu berkelanjutan kemudian menjadi hobby hingga akhirnya menggiring dalam kelalaian ibadah dan kealpaan diri mengingat Allah, dan mengganggu produktifitas amal shaleh, maka pada ranah inilah yang harus diantisipasi dengan menghijrahkan diri kita dari kebiasaan tersebut.
Menurut Rasulullah saw, “sebaik-baik keislaman seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya (hadits)”. Betapa banyak perbuatan mubah yang tidak memberikan nilai manfaat bagi diri dan orang lain, bahkan mengantarkan kemudaratan, ataupun kemudaratannya lebih besar dari kebaikannya.
Akhi fillah ! Ketahuilah bahwa seutama-utama orang beriman adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat. Ini adalah hijrah kedua bagi pengembara pencari cinta Ilahi.

3. Hijrah dari yang baik kepada yang lebih baik, atau yang terbaik. Salah satu ciri orang beriman adalah tidak pernah puas dengan kebaikan, dan kesalehan yang telah dilakukannya. Ia terus berjuang bahkan berkorban untuk mencapai puncak kebaikan. Ia sangat “tamak” akan kebaikan dan kesalehan-kesalehan.
Sesungguhnya peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari Mekkah menuju (Yatsrib) Madinah bukan berarti Rasulullah meninggalkan sesuatu yang buruk, jelek dan rusak. Sesungguhnya Makkah adalah tempat kelahirannya, tempat di mana berdiri baitul atiq rumah Allah, kiblat kaum Muslimin. Tetapi berpindahnya Rasulullah bisa dimaknai sebagai proses perubahan ke arah yang lebih baik untuk keberlangsungan da’wahnya dan titik cerah masah depan ummat Islam yang jauh lebih meyakinkan dibandingkan kalau terus menerus berada di Makkah.
Meninggalkan yang baik kepada yang lebih baik merupakan pilihan terbaik yang pantas dipilih oleh orang yang berjiwa pengabdi dan pecinta taman syurga yang dijaga bidadari bermata....(saya tidak sanggup menggambarkannya). Rasulullah dalam sabdanya mengajarkan orang-orang yang berfikir, “apabila meminta syurga maka mintalah syurga firdaus, karena ia merupakan syurga yang tertinggi derajatnya(hadits)”.

Hijrah adalah revolusi
HIjrah Rasulullah saw ke Madinah merupakan proses revolusi tauhid yang pondasinya telah ditanam selama 10 tahun di Mekkah. Cahaya iman yang bersinar terang di dalam dada sahabat-sahabatnya diefektifkan sinarnya hingga ke pelosok di manapun ada hamba Allah yang menanti hidayah Allah.
Dengan landasan akidah yang kokoh bagai baja yang tak tergoyahkan, Rasulullah beserta sahabatnya di belahan dunia baru tempat mereka hijrah menyalakan revolusi peradaban manusia modern (awal lahirnya peradaban modern ummat manusia), revolusi peradaban berhala menuju peradaban tauhid.
Oleh karena itu, hijrah tidak hanya dimaknai dengan kegiatan keagamaan formal (karena tidak ada juga anjurannya dari Nabi, atau contohnya dari salafus shaleh). Tetapi mari kita posisikan hijrah sebagai sebuah perjalanan menuju perbaikan hati dan perubahan diri.
Saatnya melakukan hijrah, melakukan perubahan, melakukan revolusi peradaban ummat manusia menuju peradaban yang senantiasa disinari cahaya rahmat dan maghfirah, saatnya berhijrah menciptakan peradaban yang baldatun tayyibah warabbun ghafur.
Jangan pernah membiarkan peradaban jahiliyah mengkungkung kehidupan ummat manusia, jangan hanya menjadi penonton dengan segala kedzaliman dan ketidakadilan menghancurkan sendi-sendi keshelahan hidup. Saatnya untuk bangkit menjadi pelaku perubahan, saatnya maju untuk berbuat yang terbaik, menjadi bagian dari mata rantai perjalanan peradaban, tampil sebagai pelaku yang menyusun batu bata kebangkitan menuju mardhatillah. “katakan dan bekerjalah, sungguh Allah dan RasulNya serta orang-orang beriman akan menjadi saksi apa yang kalian lakukan (ayat)”. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamd. Allahu A’lam.

2 komentar :

ANNAS mengatakan...

Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu

Jalius.HR mengatakan...

Kenapa Harus dirubah konsep hijrah ?
Pada hal rasulullah hijrah tidak dalam rangka seperti yang dijelaskan di atas.
Makna hijrah tidak akan tepat jika diambil hanya pengertian kata. Sama juga dengan pengertian "tawaf" kaita tidak bisa menerapkan istilah tawaf untuk kegiatan atlit melakukan pemanasan berlari mengelilingi lapangan sepak Bola. Konsep hijrah itu lebih pas seperti yang lakukan Rasulullah.
Hijrah dapat dilakukan dewasa ini kalau persyaratan dan tujuannya sama dengan apa yang dilakukan rasulullah.
Situasi dan kondisi sebagai syaratnya atau tujuan yang ingin dicapai tidak harus sesuai dengan logika para ahli/ kebanyakan cendekiawan Musli. dewasa ini.