Sabtu, 22 November 2008

Mati: Titian Menuju Kesempurnaan


“Setiap apa yang ada di bumi ini tidaklah kekal (Q.S. 55 : 26)”. Itulah pernyataan Sang-Khaliq dalam kitab-Nya untuk mengingatkan hamba-Nya yang memiliki kemampuan akal, pikiran dan perasaan bahwa tidak ada satu pun dari makhluNya baik jin, manusia, maupun malaikat yang memiliki kekuatan keabadian dan kekuasaan untuk hidup langgeng. Semuanya berawal dan akan berkesudahan, bermula dan akan berakhir. Dari tidak ada menjadi ada, kemudian akan menjadi tidak ada selanjutnya diadakan kembali.
Perhatikanlah kekuasaan yang dimiliki Firaun, kekayaan yang dipunyai Qarun, kebesaran kaum Tsamud, kemegahan kaum 'Ad, tiada satu pun yang langgeng, semuanya hancur dan musnah. Kehebatan Hitler dan kekuatannya hanya untuk masanya yang sangat singkat. keperkasaan Sueharto yang telah dibangun selama 32 tahun akhirnya juga berakhir di Istana Giri yang sepi. Bahkan para Nabi dan Rasul pun mempunyai cerita akhir. “sesungguhnya kamu akan mati dan mereka akan mati pula (Q.S. Az-Zumar : 30)”. Itulah proses perjalanan hidup manusia, yang punya awal dan akhir. Semuanya berada dalam genggaman Allah Yang Awal dan Maha Akhir.
Perjalanan manusia amatlah singkat (walaupun Khairil Anwar berharap ingin hidup seribu tahun lagi). Kehidupan yang dijalaninya suatu saat akan berakhir dengan kematian. “Setiap jiwa akan mengalami kematian (Q.S. 3 : 185)”. Kapan, di mana, dan bagaimanapun keadaannya apabila batas akhir hidupnya telah sampai maka pada saat itulah manusia akan mati. “Dan setiap manusia mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, maka mereka tidak dapat meminta penundaan dan tidak pula dapat dimajukan sedikit pun (Q.S. 7 : 34)”. Suka atau tidak suka, senang atau benci, siap atau belum, Tuhan tidak punya toleransi terhadap manusia atas kematiannya, “Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang (Q.S. Al-Mu’minun : 11)”.
Kematian tidak akan mungkin ditoleransi dengan kekayaan dan kekuasaan. Tidak akan pernah ditunda dengan ketidaksiapan, tidak satu pun dapat mengelak darinya karena ketakutan-ketakutan, tidak akan mungkin dihindari walaupun ia bersembunyi di tempat yang paling rahasia, “Di mana pun kamu berada kematian pasti akan mendapatkanmu walaupun berada di dalam benteng yang tinggi dan kokoh (Q.S. AN-Nisa : 78)”. Kalau kematian itu adalah kepastian dari hidup, adakah jalan dan usaha yang mungkin dapat dilakukan manusia untuk bisa mengetahui kapan dan di mana ia akan mati?. Sama sekali tidak!, “dan tidaklah seseorang mengetahui di bumi mana ia akan mati, (Q.S. Lukman : 34).
Sungguh!...kematian adalah masalah besar manusia. Rasanya siapa pun ingin dan berharap hidup lebih lama dengan umur yang panjang untuk bisa menikmati lezatnya dunia, memandangi indahnya kehidupan dunia. Tetapi apalah daya itu hanyalah angan-angan, tiba-tiba ajal tiba, kematian pun datang. Ia datang memutus segala kenikmatan duniawi, memisahkan ruh/jiwa dari jasad, melumatkan otot-otot dan daging, menghancurkan tulang-tulang, tinggallah dia seonggok benda yang kaku tak punya arti. Memang kematian adalah masalah yang misterius, hampir-hampir manusia tidak mengetahui apa itu mati, ada apa di balik kematian itu, kenapa harus mati, bagaimana proses perjalannya, dan akan kemana manusia setelah matinya. Manusia memang hanyalah manusia yang penuh kelalaian. Sehingga hampir-hampir manusia lalai untuk mengetahui kematiannya, tidak peduli dan bahkan berusaha untuk tidak tahu, karena ketakutan-ketakutan yang menyelimutinya mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki.....malang nian manusia lalai!.

Tahukah Kita Apa itu Mati ?
Umumnya mati diidentikkan dengan berpisahnya ruh atau nyawa seseorang dari jasadnya yang mengakibatkan seluruh aktivitas dalam dirinya terhenti, diam, kaku dan tidak bergerak. Jasad yang telah ditinggalkan ruhnya akan mengalami perubahan, dengan cepat akan rusak dan mengeluarkan bau. Sebab itu harus segera disingkirkan dengan berbagai cara yang dilakukan manusia. Dengan membenamkannya ke dalam tanah, ada yang membakarnya, dan ada pula yang menyimpannya di gua-gua batu. Tujuannya agar tidak mengganggu ketenangan manusia yang masih hidup.
Keberadaan ruh dalam jasad, merupakan inti dari hakekat manusia. Tubuh tidak lebih dari wadah yang bergerak karenan digerakkan. Ia tidak memiliki kekuatan kecuali apa yang diberikan oleh ruh. Seseorang akan merasakan sakit ketika dipukul, karena adanya ruh yang mengalir dalam tubuh. Dengan ruhnyalah ia merasakan sakit. Begitu pula perkembangan tubuh terjadi karena ada ruh yang bersemayam di dalamnya. Ruh yang menumpang di dalam jasad akan mengikuti perkembangan jasad. Ketika jasad sudah lemah dan tidak kuat lagi menampungnya, maka ia pun akan keluar atas ketetapan Allah swt. Keluarnya ruh dari tubuh atau jasad inilah yang disebut dengan wafat atau mati.

Allah swt menyampaikan hakekat ini dengan salah satu firmanNya (Q.S. Az-Zumar : 42) ;
                      •     
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.

Ayat ini memberikan penjelasan bahwa mati itu ada dua jenisnya. Ada yang berbentuk tertahannya nyawa seseorang sehingga tidak dapat lagi kembali kepada wadahnya (tubuh), dan ada yang dilepaskan Allah swt dari genggamanNya, sehingga memungkinkan kembali ke wadahnya semula. Ibnu Zaid berkata, “Mati adalah wafat dan tidur juga adalah wafat”. Rasulullah bersabda, “sebagaimana engkau tidur begitupulah engkau mati, dan sebagaimana engkau bangun (dari tidur) begitupulah engkau dibangkitkan (dari alam kubur”. Dalam riwayat lain, Rasulullah ditanya, “apakah penduduk syurga itu tidur?, Nabi menjawa tidak, karena tidur temannya mati dan tidak ada kematian dalam syurga”.
Rasulullah saw telah membukakan kepada kita salah satu sisi tabir kematian. Bahwasanya tidur dan mati memiliki kesamaan, ia adalah saudara yang sulit dibedakan kecuali dalam hal yang khusus, bahwa tidur adalah mati kecil dan mati adalah tidur besar. Ruh orang tidur dan ruh orang mati semuanya ada dalam genggaman Allah swt, Dialah Yang Maha berkehendak siapa yang ditahan jiwanya dan siapa yang akan dilepaskannya.
Abdullah Ibnu Abbas r.a. pernah berkata, “ruh orang tidur dan ruh orang mati bisa bertemu diwaktu tidur dan saling berkenalan sesuai kehendak Allah swt kepadanya, karena Allah swt yang menggenggam ruh manusia pada dua keadaan, pada keadaan tidur dan pada keadaan matinya.
Orang yang tidur tujuannya melepaskan kepenatan dan rasa capeknya setelah ia bekerja. Ketika bangun dari tidur, ia akan merasa segar dan bugar kembali. Mati sebagai saudaranya tidur, maka ia juga sesungguhnya untuk melepaskan kepenatan setelah bertahun-tahun disibukkan dengan kerja dan dan urusan duniawi. Maka pada saat dibangkitkan, ia akan merasakan suasana yang lain, yang seharusnya merasa segar dan bugar.
Lantas.......! mengapa manusia sangat senang tidur, tetapi takut mati. Bukankah keduanya sama dan saudara. Kalau begitu apa yang harus ditakutkan dari kematian..................Bersambung.

1 komentar :

alfatanah mengatakan...

kematian adalah bukan sesuatu yang harus ditakuti, karena datangnya pasti. semakin kita lari dari kematian justru kematian akan semakin dekat mengintai kita, oleh karena itu kematian harus dihadapi dengan segenap persiapan dan sebaik2 persiapan menghadapi kematian adalah takwah yang mana takwah itu sendiri adalah manifestasi dari qalbun salim, gitu..........