Rabu, 19 November 2008

Kenapa Harus Ummy ?


Di suatu kesempatan seorang ukhti yang sedang menghitung harinya untuk menunaikan sunnah Nabi saw, bertanya, “afwan setelah ana menikah, dan insyaallah punya anak, apakah ana sudah bisa dipanggil ummy?”...” insyallah semoga Allah swt mengabulkan doa dan harapan ukhti”. Jawabku singkat.
Dalam diri aku bergumam. Subhanallah, ukhti yang sebentar lagi akan melangsungkan dzafaf, telah berfikir dan berharap untuk meraih kenikmatan kedua dengan punya anak. Memang menjadi fitrah setiap manusia yang sudah nikah ingin punya anak. Tetapi betapa banyak wanita zaman sekarang rela menghabiskan umurnya untuk tidak menunaikan sunnah dan rela puasa dari nikmat Tuhan, demi mengejar prestasi dan prestise duniawi, apalagi berfikir punya anak, kemudian diasuh dan didik. Bahkan ada yang menolak khitbah hanya karena yang mengkhitbahnya itu belum punya pekerjaan tetap, atau karena “doi panai” yang terlalu sedikit.
Tetapi ukhti yang satu ini walaupun ia berasal dari keluarga “Puang” yang kaya raya, dan juga sudah punya pekerjaan tetap, tetapi ia tidak mau menunda waktunya untuk bersegerah menunaikan sunnah Rasul, ia ridha menerima khitbah pemuda guru mengaji TK/TPA di Mesjid, karena cintanya kepada Allah dan RasulNya. Sungguh ia telah mengamalkan seruan Allah dalam Q.S. 24 :51. Masyaallah beruntunglah orang yang mendapatkan pendamping hidup seperti dirinya, adakah kemuliaan dan kebaikan yang melebihinya? Ia ingin memilih pintu syurga seperti yang dijanjikan Nabi saw dengan segera mengamalkan hadits, “iza shallat al-marah khamsaha, wahasunat farjaha, wa ata’at ba’laha dakhalal janna bi ayyi babin sya’at”
Satu lagi pertanyaan ana, “sebenarnya apa bedanya ummy dengan ibu atau mama, kenapa akhwat kalau udah punya anak panggilannya ummu fulan, bukan mama atau ibu si-A saja, khan lebih populer?”.....
kalau mama, nanti dikira mamalia, atau mamamia....kalau ibu takut dibilangin ibu pertiwi, atau ibu RT, atau ibu PKK, he..he..he... Sedangkan ummu atau ummy kesan pertamanya adalah sosok wanita mu’minah da’iyah yang ‘abidat wal qanitat. Jawabku singkat. “syukran wa afwan az’ajtuk” ucapnya sambil insiraf. Rupanya ia juga bisa bahasa Arab.
Setelah semuanya berlalu, muncul pertanyaan, Kenapa ia mau jadi ummy,dan kenapa akhwat ketika punya anak senang melaqab dirinya dengan laqab (gelaran)ummu, dan menjadi sapaan akrabnya, kenapa harus ummy? haruskah laqab ummu itu diberikan kepada setiap wanita yang sudah punya anak, dan pantas untuk disandang oleh siapa saja asalkan punya anak?............................

Ukhti....untuk menjadi ummy itu tidaklah menjadi syarat mutlak harus punya anak. Diantara wanita ada yang dipanggil ummu tetapi ia tidak punya anak. Aisyah r.a. digelari ummu abdillah padahal beliau tidak punya anak. sebaliknya pula bahwa setiap wanita yang sudah punya anak dengan sendirinya akan menjadi ummy, kadangkala laqab ummu itu tidak layak bagi seseorang, karena beberapa faktor tertentu.
Ukhti!....ummy, adalah sosok wanita muslimah yang mampu memposisikan dirinya dalam rumah tangga tercintanya secara mutawazun (seimbang) antara dirinya sebagai istri dari seorang suami, ibu dari anak-anaknya, anak dari keduaorangtuanya, dan da’iayah di tengah masyarakat. Seorang ummy ketika ia tampil menjadi istri, maka ia memimpikan pintu-pintu syurga Allah dari belaian suaminya melalui pelayanan cinta dan ketaatan yang penuh ikhlas. seluruh dirinya seutuhnya diserahkan kepada suaminya. Ia sangat takut, dan sangat takut dalam khaufil iman dari sabda Nabi Allah saw
(رواه البيهقي)” لو أن امرأة أطاعت ربها ، وحفظت فرجها ثم آذت زوجها بكلمة باتت والملائكة تلعنه
Ketika ia hadir sebagi sosok ibu dari anak-anaknya, maka ia tampil menjadi titian semangat bagi anak-anaknya untuk meraih syurga “ yang surga itu ada di bawah telapak kaki ibu”, bukan membuatkan lorong menuju jurang neraka bagi anak-anaknya. Ketika ia tampil berada pada posisi anak dari keduaorangtuanya, maka ia hadir sebagai salah satu sumber kebahagiaan dan ketenangan keduanya di dunia dan diakhirat, dengan kalimat thayyibah dan iringan do’a agar tetap dalam lindungan Ilahi. Ketika ia tampil sebagai ‘abidah, maka ia terus bersimpuh dalam munajat do’a, khusyu’ dalam alunan bait-bait zikir, melantunkan pujian kepada Yang Maha Terpuji. Ketika ia hadir sebagai da’iyah, maka ia menjadi sumber kebaikan orang lain. Menjadikan dirinya tempat menambatkan asa setiap orang yang ditimpa kebingungan. Menghadirkan kenyamanan dikala dingin ataupun panas.
Ukhti!, ketauhilah ummy adalah sosok wanita yang selalu menghias dirinya dengan akhlaqul karimah, mempercantik bibirinya dengan ucapan yang produktif (falyaqul kharean auliasmut) dan kalimat thayyibah, senantiasa menjauhi gosib maupun fitnah. Ucapannya penuh kearifan, bila dipandang akan menyejukkan hati, membungkus kehormatan dirinya dan suaminya dengan ketaqwaan, dan itulah sebaik-baik perempuan. Ukhti.....! perhatikanlah nasehat indah dari orang yang kamu cintai dan contoi:
خَيْرُ النِّسَاءِ تَسُرُّكَ إِذَا أَبْصَرْتَ، وَتُطِيعُكَ إِذَا أَمَرْتَ، وَتَحْفَظُ غَيْبَكَ فِي نَفْسِهَا وَمَالِكِ(رواه الطبراني)
Ukhti...!, ummy adalah laksana bidadari bagi anak-anaknya, yang membawanya terbang kepuncak kebahagiaan, menggapai kesuksesan dalam naungan inayah Ilahi. Lihatlah Ali bin Abi Thalib satu-satunya sahabat Rasulullah yang dipanggil karramallahu wajhahu, ia pun terpilih menjadi al-‘asyarah al-mubasyyirina bil-jannah. Ia tumbuh sebagai seorang pemuda sosok teladan bagi para pemuda seusianya di bawah belaian cinta dan didikan imaniyah umminya Fathimah binti Asad...lihatlah Sofyan at-Tsaury tumbuh hingga menjadi salah seorang ulama hadits yang mahsyur berkat ri’ayah tangan ibunya yang lembut penuh kasih. Perhatikanlah ucapan ummu Sofyan ini, “Anakku carilah ilmu, aku akan memenuhi kebutuhanmu dengan hasil tenunanku." Subhanallah! Alangkah bahagianya anak-anak yang terlahir dari rahim seorang ibu yang pandangannya jauh ke depan, lembut dan bijaksana.
Ukhti...! jika nantinya punya anak, tidak takutkah ukhti, kalau anak itu kata Allah dalam Q.S. al-Kahfi : 46 adalah perhiasan dunia sebagaimana materi yang karena keindahannya dapat memalingkan diri dari kenikmatan ibadah kepada Allah, atau karena kecintaan kepadanya memalingkan hati dari kecintaan kepada Allah. Jika ukhti nanti punya anak, maka belailah dirinya dengan belaian khauf lillah, karena sesungguhnya kata Penciptanya dalam Q.S. 64 : 15, ia terlahir sebagai fitnah.
Ukhti....!sekarang ini banyak yang mendedikasikan dirinya sebagai Ummy dari anak-anaknya tetapi, melepaskan tanggungjawabnya terhadap tarbiyah anak-anaknya, karena kesibukannya dalam aktivitas da’wah, sibuk dengan kegiatan-kegiatan sosial di masyarakat. Akhirnya anak-anaknya tumbuh kerdil karena tidak mendapatkan asupan kasih dan penjagaan. Lihatlah ukhti...!, seorang ummu yang keliling lorong berda’wah, keluar masuk gang mengajar mengaji, tapi lihatlah anak-anaknya...anak pertamanya dikeluarkan dari sekolahnya karena tawuran, anak keduanya tidak naik kelas karena jarang masuk sekolah, anak ketiganya sudah ikut dalam kelompok “ahli hisap” masyaallah......
Ukhti....!sekarang ini, banyak yang melaqabkan dirinya sebagai ummy di rumah tangganya, tetapi ia begitu bebasnya melakukan aktivitas di luar rumah dengan berani menginjak batasan-batasan khalwat, melepaskan garis larangan ikhtilath, jauh dari pantauan suaminya,......ukhti, baity jannaty, dan salah satu sudut keindahannya adalah zaujatun shalihah yang mengiringi suaminya keluar mencari nafkah dengan iringan do’a dan senyum, dan selalu menanti kepulangan suaminya dengan sambutan yang hangat lagi indah. Bukan dirinya yang disambut kepulangannya oleh suaminya.
Ukhti...!, jadilah ummy, karena ummy adalah sumber kebahagiaan, sumber cinta dan kasih sayang, sumber kesuksesan, sumber inspirasi, sumber kekuatan. Karena ia adalah
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
Wallahu ‘alam