Rabu, 04 Agustus 2010

Takhrij Hadis

Wanita yang Paling Baik
(Kajian Takhri>j Hadis)

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Wanita adalah sosok makhluk Tuhan yang memiliki peran strategis di setiap sendi kehidupan manusia. Wanita hadir bukan sebatas untuk menutupi kekurangan laki-laki dan menyempurnakan keterbatasannya, tetapi ia datang membawa dirinya sendiri, memainkan perannya yang sentral terhadap keberlangsungan kehidupan manusia. Pada sisi kelembutannya tersimpan kekuatan dahsyat yang mampu memintal benang kebangkitan dan mendesain peradaban masa depan.
Terciptanya Hawa mendampingi Adam, menjadi batu bata awal perjalanan panjang kehidupan makhluk yang bernama manusia. Kehadiran Khadijah di sisi Rasulullah saw bukan sebatas istri, dan ibu dari anak-anaknya, tetapi ia telah mengalirkan kehangatan dan energi yang dahsyat di setiap jengkal perjuangan Nabi. ‘Antara bin Syaddad tampil menjadi pemimpin perang yang tangguh di daratan Arab pra-Islam karena inspirasi dan motivasi cinta dari ‘Ablah. Yang terkini, bom bunuh diri di kereta bawah tanah (subway) Moskow, Rusia (29/3/2010) yang menewaskan puluhan orang, ternyata dilakukan oleh dua orang wanita, Maryam Sharilova (20 tahun) dan Dhzanet Abdurakhmanova (17 tahun)
Wanita dalam Islam memiliki kedudukan yang terhormat. Islam menempatkannya dan memuliakannya di tempat yang sesuai dengan fitrahnya. Islam menyelamatkan wanita dari ketertindasan, dan mengangkat harkat dan martabatnya melalui firman Allah dan sabda Nabi, dan mendudukkannya di atas altar yang terbaik. Dalam al-Quran, wanita tidak dibedakan dengan laki-laki dalam kesalehan. Demikian pula dalam hadis, Rasullah berbicara banyak tentang kemuliaan wanita, kebaikannya, peran dan fungsinya.
Jika al-Quran berbicara tentang keutamaan dan kebaikan wanita, maka tidak diragukan kebenarannya. Hal terebut berbeda dengan teks-teks hadis, menentukan kebenarannya perlu ada pengujian untuk membuktikan validitasnya. Berangkat dari hal tersebut maka menjadi penting untuk menggali dan mengkaji bagaimana hadis berbicara tentang wanita.
Pengkajian kali ini akan difokuskan pada takhri>j hadis tentang wanita yang paling baik. Kegiatan takhri>j dilakukan dengan dua bentuk; al-naqd al-kha>riji> (kritik sanad) dan al-naqd al-da>khi>li> (kritik matan). Adapun potongan hadis yang menjadi titik tolak kajian takhri>j adalah ;.أي النساء خير
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah dirumuskan pokok permasalahan yang akan dikaji yaitu; “Bagaimana status dan kualitas sanad dan matan hadis-hadis tentang wanita yang paling baik”.

II. PEMBAHASAN
A. Tinjauan Terhadap Status dan Kualitas Sanad
Untuk membuktikan status dan kualitas sanad akan dilakukan pengkajian dengan meninjau beberapa aspek dalam batang tubuh sanad. Dengan tinjauan ini diharapkan akan menghasilkan konklusi di akhir pembahasan.

1. Kegiatan Penelusuran hadis
Penelusuran hadis merupakan takhri>j yang dilakukan sebagai langkah dalam upaya menyingkap hadis dari kitab sumber aslinya, dan melihat para periwayatnya. Sebab itu takhri>j di sini bermakna kegiatan menelusuri dan menguak periwayat dan jalur periwayatannya pada sanad hadis.
Dalam melakukan penelusuran hadis, penulis menempuh dua cara; cara manual dan elektronik. Cara manual dengan menggunakan metode penelusuran hadis (t}uruq al-takhri>j) yang telah ditetapkan ulama hadis. Sedangkan cara elektronik menggunakan Softwere al-Maktabah> al-Sya>milah dan Kitab 9 Imam Hadis.
Menurut Abdul Muhdi t}uruq al-takhri>j ada lima;
a. Takhri>j berdasarkan matla’ (awal kata) hadis
b. Takhri>j berdasarkan lafaz} gari>bnya
c. Takhri>j berdasarkan periwayat tertinggi
d. Takhri>j berdasarkan tema hadis
e. Takhri>j berdasarkan jenis hadis.
Dari lima metode di atas penulis akan menggunakan tiga metode saja dalam menelusuri dan menyingkap potongan hadis أي النساء خير
a. Metode takhri>j berdasarkan lafaz} gari>bnya. Dalam metode ini dipergunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfa>z} al-H{adi>s\ al-Nabawi> karya A. J. Wensinck.
b. Metode takhri>j berdasarkan mat}l’a hadis (awal kata) dengan kitab Mausu’ah> At}ra>f al-H{adi>s| al-Nabawi> al-Syari>f karya Muhammad al-Sai>’d bin Basyuni Zaglul
c. Metode takhri>j berdasarkan tema (mau>d}u’) hadis, dengan kitab Mifta>h} Kunu>z al-Sunnah> karya Muhammad Fuad Abdul Baqi (edisi bahasa Arab).

Metode praktis dalam melakukan takri>j hadis yang telah ditetapkan potongan matan hadisnya adalah metode berdasarkan lafaz} gari>bnya. Sebab itu, metode ini menjadi pilihan pertama penulis dengan menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfa>z} al-H{adi>s\ al-Nabawi> sebagai referensinya.
Penelusuran diawali dengan memasukkan code entry أي. Tetapi sepanjang penelusuran, ternyata tidak diketemukan kalimat أي النساء خير. Perhatikan nuskhah berikut









Selanjutnya digunakan code entry خير tetapi juga tidak ditemukan. Maka penelusuran dilanjutkan dengan code entry النساء. Dengan kata النساء terkuak kata yang dicari dan tergambar sumber kitabnya sebagaimana berikut;




Untuk menguatkan temuan, dilakukan penelusuran dengan metode takhri>j berdasarkan awal kata dengan kitab Mausu’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-Syari>f dengan asumsi bahwa ia adalah awal matan hadis. Tetapi ternyata tidak tercantum.












Karena temuan belum maksimal, maka penelusuran dilakukan dengan metode takhri>j lain, yakni metode berdasarkan maudu>’ al-h}adi>s\ dengan kitab Mifta>h} Kunu>z al-Sunnah. Pada kitab/bab nikah disebutkan ada tiga periwayat yang meriwayatkan hadis أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ. yaitu Al-Nasai>, Ahmad bin Hanbal dan Zaid bin ‘Ali>





Dari tiga metode yang dipergunakan ditemukan ada tiga periwayat yang meriwayatkan hadis yaitu; al-Bukha>ri>, al-Nasa>i>, dan Ahmad bin Hanbal. Dari ketiga periwayat akan diuji, apakah riwayat ketiganya sama atau berbeda?. Untuk mengetahui hal tersebut penulis mengeksplor matan ketiganya secara detail.
al-Bukha>ri>
Ahmad Al-Nasai>
حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنِ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّذِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِيمَا يَكْرَهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهِ أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَه


Tampaknya matan al-Bukha>ri> berbeda dengan matan Ahmad bin Hanbal dan al-Nasa>i. Karena adanya perbebedaan ini, penulis melakukan penelusuran ulang untuk menggali lebih dalam kemungkinan adanya riwayat lain, atau melihat tanaww’unya.
Pada matan hadis Ahmad dan al-Nasa>i, penulis melakukan penelusuran ulang secara manual dengan kitab Mu’jam al-Mufahras li Alfa>z} al-H{adi>s\ al-Nabawi> dengan code entry تَسُرُّهُ, tetapi tidak ditemukan. Selanjutnya dengan code entry نَظَرَ. Dengan code ini ditemukan kata yang dicari. Tapi temuan ini sama dengan temuan yang ada sebelumnya.



Maka dari itu, takhri>j secara manual dilanjutkan dengan metode elektronik dengan software al-maktabah al-sya>milah dan software Kitab 9 Imam Hadist. Code entry yang dipergunakan adalah أي النساء خير. Hasilnya sebagai berikut;
Al-Maktabah> al-Sya>milah Kitab 9 Imam Hadist
• سنن النسائي - (ج 10 / ص 333(
• مسند أحمد - (ج 15 / ص 155(
• مسند أحمد - (ج 19 / ص 260(
• مسند أحمد - (ج 19 / ص 324( • Kitab al-Nasai ditemukan 1 hadist
• Kitab Ahmad ditemukan 3 hadist

Setelah melakukan pengecekan dan komparasi antara hasil secara manual dengan hasil secara elektronik ternyata hasilnya sama, dimana potongan hadis أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ terdapat empat hadis. Satu hadis riwayat al-Nasa>i dan tiga riwayat Ahmad.
Selanjutnya penelusuran kembali dilakukan dengan mengacu kepada matan hadis al-Bukha>ri>. Code entrynya adalah رَكِبْنَ الْإِبِلَ dan hasilnya sebagai berikut;




Sedangkan dengan menggunakan software Kutub 9 Imam Hadist hasilnya adalah;
- Kitab Bukhari ditemukan 3 Hadist
- Kitab Muslim ditemukan 3 hadist
- Kitab Ahmad ditemukan 8 hadist

Dari kegiatan takhri>j (penelusuran) hadis yang dilakukan baik secara manual maupun electronik dapat disimpulkan bahwa hadis-hadis yang berbicara tentang wanita yang paling baik tersebar di beberapa kitab hadis yaitu; S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, S{ah}i>h Muslim, Sunan al-Nasa>i, dan Musnad Ahmad bin Hanbal.




2. Klasifikasi Hadis
Hasil temuan pada kegiatan takhri>j awal akan dieksplor secara lengkap dengan mengklasifikasikannya berdasarkan al-Raw>i al-Mukharrij al-Ka>tib (periwayat yang membukukannya).

a. S{ah}i>h} al-Bukha>ri>
- وَقَالَ ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ نِسَاءُ قُرَيْشٍ خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ الْإِبِلَ أَحْنَاهُ عَلَى طِفْلٍ وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِهِ
- حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ الْإِبِلَ صَالِحُ نِسَاءِ قُرَيْشٍ أَحْنَاهُ عَلَى وَلَدٍ فِي صِغَرِهِ وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِهِ
- حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا ابْنُ طَاوُسٍ عَنْ أَبِيهِ وَأَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ الْإِبِلَ نِسَاءُ قُرَيْشٍ وَقَالَ الْآخَرُ صَالِحُ نِسَاءِ قُرَيْشٍ أَحْنَاهُ عَلَى وَلَدٍ فِي صِغَرِهِ وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِ وَيُذْكَرُ عَنْ مُعَاوِيَةَ وَابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
b. S{ah}i>h Muslim
- حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ح وَعَنْ ابْنِ طَاوُسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ :قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ الْإِبِلَ قَالَ أَحَدُهُمَا صَالِحُ نِسَاءِ قُرَيْشٍ و قَالَ الْآخَرُ نِسَاءُ قُرَيْشٍ أَحْنَاهُ عَلَى يَتِيمٍ فِي صِغَرِهِ وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِهِ حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَابْنُ طَاوُسٍ عَنْ أَبِيهِ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ أَرْعَاهُ عَلَى وَلَدٍ فِي صِغَرِهِ وَلَمْ يَقُلْ يَتِيمٍ
- حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ نِسَاءُ قُرَيْشٍ خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ الْإِبِلَ أَحْنَاهُ عَلَى طِفْلٍ وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِهِ قَالَ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ عَلَى إِثْرِ ذَلِكَ وَلَمْ تَرْكَبْ مَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ بَعِيرًا قَطُّ حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ قَالَ عَبْدٌ أَخْبَرَنَا و قَالَ ابْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ ابْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَ أُمَّ هَانِئٍ بِنْتَ أَبِي طَالِبٍ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي قَدْ كَبِرْتُ وَلِي عِيَالٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ ثُمَّ ذَكَرَ بِمِثْلِ حَدِيثِ يُونُسَ غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ أَحْنَاهُ عَلَى وَلَدٍ فِي صِغَرِهِ
- حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ قَالَ ابْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا و قَالَ عَبْدٌ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ ابْنِ طَاوُسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ح و حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ الْإِبِلَ صَالِحُ نِسَاءِ قُرَيْشٍ أَحْنَاهُ عَلَى وَلَدٍ فِي صِغَرِهِ وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِهِ حَدَّثَنِي أَحْمَدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ حَكِيمٍ الْأَوْدِيُّ حَدَّثَنَا خَالِدٌ يَعْنِي ابْنَ مَخْلَدٍ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ وَهُوَ ابْنُ بِلَالٍ حَدَّثَنِي سُهَيْلٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِ حَدِيثِ مَعْمَرٍ هَذَا سَوَاءً
c. Sunan al-Nasa>i
- أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
d. Musnad Ahmad bin Hanbal
- حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنِ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّذِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِيمَا يَكْرَهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهِ
- حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنِ ابْنِ عَجْلاَنَ قَالَ حَدَّثَنِى سَعِيدٌ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ سُئِلَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- أَىُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ « الَّتِى تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلاَ تُخَالِفُهُ فِيمَا يَكْرَهُ فِى نَفْسِهَا وَلاَ فِى مَالِهِ
- حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنِ ابْنِ عَجْلاَنَ قَالَ سَمِعْتُ أَبِى عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ « الَّتِى تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلاَ تُخَالِفُهُ فِيمَا يَكْرَهُ فِى نَفْسِهَا وَمَالِهِ»
- حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنِ ابْنِ الْمُسَيَّبِ قَالَ كَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ يُحَدِّثُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ الْإِبِلَ صُلَّحُ نِسَاءِ قُرَيْشٍ أَحْنَاهُ عَلَى وَلَدٍ فِي صِغَرِهِ وَأَرْعَاهُ لِزَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِهِ ُ
- حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ الزُّبَيْرِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ الْإِبِلَ نِسَاءُ قُرَيْشٍ أَحْنَاهُ عَلَى وَلَدٍ وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِهِ
- حَدَّثَنَا يَزِيدُ قَالَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَال قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ الْإِبِلَ صَالِحُ نِسَاءِ قُرَيْشٍ أَحْنَاهُ عَلَى وَلَدٍ فِي صِغَرِهِ وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِهِ
- حَدَّثَنَا يَزِيدُ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدٌ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ الْإِبِلَ نِسَاءُ قُرَيْشٍ أَحْنَاهُ عَلَى يَتِيمٍ فِي صِغَرِهِ وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِهِ
- حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ عَلِيٍّ قَالَ سَمِعْتُ أَبِي يَقُولُ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ الْإِبِلَ نِسَاءُ قُرَيْشٍ أَحْنَاهُ عَلَى وَلَدٍ فِي صِغَرِهِ وَأَرْأَفُهُ بِزَوْجٍ عَلَى قِلَّةِ ذَاتِ يَدِهِ
Mencermati hadis-hadis di atas tampaknya semua hadis keluar dari Abu Hurairah. Abu Hurairah berperan sebagai common link terpancarnya hadis kepada periwayat di bawahnya. Dari keseluruhan matannya, tampaknya ada dua jenis muatan kandungan hadis;
Abu Hurairah dari Nabi saw.
خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ الْإِبِلَ صَالِحُ نِسَاءِ قُرَيْشٍ أَحْنَاهُ عَلَى وَلَدٍ فِي صِغَرِهِ وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِهِ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
Diriwayatkan al-Bukha>ri>, Muslim, Ahmad Diriwayatkan al-Nasa>i, dan Ahmad

Adapun yang menjadi obyek kajian utama adalah hadis yang diriwayatkan al-Nasa>i dan Ahmad bin Hanbal dengan kata kunci أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ
أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
Artinya : Dari Qutaibah – al-Lais – Ibn ‘Ajlan – Sa’id al-Maqburi – Abu Hurairah berkata : telah ditanyakan kepada Rasulullah saw, siapakah wanita yang paling baik? Beliau menjawab: "Yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, dan mentaatinya jika ia memerintahkannya dan tidak menyelisihinya dalam diri dan hartanya dengan apa yang dibenci suaminya."

3. I’tibar Sanad
I’tibar adalah penelusuran jalur hadis yang diriwayatkan secara tunggal oleh seorang periwayat untuk mengetahui apakah ada periwayat lain yang ikut andil dalam periwayatan tersebut atau tidak, dengan menelusuri dan memeriksa aspek ta>b’i dan sya>hidnya sanad hadis. Untuk mengetahui lebih jelas sanad hadis tentang wanita yang paling baik maka perlu dibuatkan skema jalurnya, sebagaimana berikut;


















3. Tarjamah Rija>l al-H{adi>s\
Setelah melakukan i’tibar sanad dan menampilkannya dalam bentuk skema, selanjutnya akan dilihat lebih detail kualitas kepribadian seluruh periwayat yang terlibat dalam jalur sanad.

a). Abu Huraerah
Nama lengkapnya Abdurrahman al-Dausi. Masa jahiliyah sering dipanggil Abdu Syam. Diberi gelar Abu Huraerah, karena waktu kecil ia mempunyai seekor anak kucing betina dan selalu bermain-main dengan kucingnya itu. Namun setelah masuk Islam Rasulullah memanggilnya dengan Abu Hirr sebagai panggilan intim. Ia masuk Islam melalui perantaraan T{ufail bin ‘Amr al-Dausi> . Abu Hurairah wafat pada masa pemerintahan Marwan. Ia telah menghafal hadis tidak kurang dari 1609 hadis .

b). Sa’i>d al-Maqbu>ri
Kaesan Abu Sa’id al-Maqburi> al-Madani>, pembantu Ummu Syari>k dari Bani Lais|. Bapaknya bernama Sa’id bin Abi Sa’id Al-Maqburi>. Digelari al-Maqburi> karena rumahnya terletak di dekat pekuburan . Kunniyahnya Abu Sa’id dan laqabnya al- Maqburi> al-Madani>, S{a>hib al-‘Abbas, Maula> Ummu Syari>k, dan dikenal dengan S{a>hib al-‘Iba>. Ia termasuk t}abaqah> kedua dari Tabi’in Senior
Gurunya antara lain; Usamah bin Zaid, Abdullah bin Salam, Ali bin Abi Talib, Umar bin Khattab, Abu Sa’id al-Khudri, Abu Syuraih al-Ka’bi>, Abu Huraerah. Muridnya antara lain; S{abit bin Qaes al-Madani, Humaid bin Ziyad, anaknya Said bin Abi Sa’id dan cucunya Abdullah bin Sa’id bin Abi Sa’id, Ibn Ajlan.
Kesaksian ulama ; Menurut al-Nasai> la ba’sa bih, menurut al-Wafidi ia periwayat yang s\iqat dan banyak hadis , sedangkan menurut Ibnu Hajar dalam Taqri>bnya ia periwayat yang s\iqat s\|abit. Ibnu Hibban juga menyebutkan di dalam kitab S|iqa>tnya.
Wafat di Madinah pada tahun 100 H atau tahun 125 H, yang menurut al-Wafidi pada masa pemerintahan Umar bin Abdul ‘Aziz, menurut Muhammad bin Sa’d pada masa Khilafah al-Walid bin Abd Malik, sedangkan menurut Abu Hatim pada masa Abdul Malik

c). Ibn ‘Ajla>n Al-Qurasy>
Nama lengkapnya Abu Abdillah Al-Madani> Muhammad bin ‘Ajla>n Al-Qurasy>, pembantu Fa>t}imah> binti al-Wali>d bin ‘Utbah> bin Rabi>’ah> bin ‘Abd Syam bin ‘Abd Manaf. Ia seorang ahli ibadah yang hidup zuhud dan sederhana, seorang faqih, memberi pengajian (halaqah) di Mesjid Nabawi, dan memberi fatwa . Kunniyahnya Abu Abdillah, dan laqabnya al-Madani> al-Qurasyi> Maula Fat}imah. Ia termasuk t}abaqah kelima dari Ta>bi’i>n Yunior .
Gurunya antara lain : Aba>na bin S{a>lih, Ibrahim bin Abdullah, Anas bin Malik, Zaid bin Aslam, Sa’id bin Ibrahim, Suhail bin Abi S{a>lih, ‘Asim bin Umar bin Qatadah, Sa’id bin Abi Sa’id al-Maqbu>ri>. Muridnya antara lain ; Ibrahim bin Abi ‘Ablah, Asbat bin Muhammad al-Qurasy>, Ismail bin Jafar, Bisyr bin Mansur Hatim bin Ismail, Khalid bin al-Haris, Ziyad bin Sa’d, al-Lais} bin Sa’ad, Yahya bin Sa’id bin Farukh
Kesaksian Ulama : Banyak ulama yang memberikan kesaksian sebagai seorang yang s\iqat, seperti S{aleh dan Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dari ayahnya,Yahya bin Ma’in, Ya’qub bin Syaebah, Abu Hatim, Al-Nasai. Sedangkan menurut Abu Zur’ah; s}udu>q wasat}. Salah satu cirinya, menurut Abu Sa’id bin Yunus, ia mewarnai jenggotnya dengan warna kuning. Ia wafat di Madinah pada tahun 148 H pada masa Khalifah Abu Ja’far al-Mans}ur . Ia termasuk t}abaqah kelima dari Ta>bi’i>n Yunior.

d). Lais\ bin Sa’ad
Abu al-H{a>ris\ al-Mis}ri> Lais} bin Sa’ad bin ‘Abdurrahman al-Fahmi>, pembantu Abdurrahman bin Kha>lid bin Musa>fir. Lahir di desa Qarqasyandah sekitar 4 mil dari Mesir pada tahun 93 atau 94 H pada masa khilafah Al-Wali>d bin Abd al-Malik dan wafat pada malam jumat 14 Sya’ban 165 H pada masa khilafah al-Mahdi>\. Kunniyahnya Abu al-Ha>ris\ Abu ‘Uqbah, dan laqabnya al-Fahmi>, al-Mis}ri>, al-Ima>m, al-Faqi>h. Ia termasuk t}abaqah ketujuh dari ta>bi> al-ta>bi’i>n dan jalur hadisnya diriwayatkan Imam kutub al-sittah>
Gurunya antara lain; Ibrahim bin Abi Ablah, Ayyub bin Musa, Bakar bin al-Sa’di, al-Walid bin Abi al-Walid, Yahya bin Ayyub al-Mis}ri, Yahya bin Sa’id al-‘Ans}ari>, Yahya bin Sulaim bin Zaid. Muridnya antara lain; Ahmad bin Abdullah bin Yunus, Adam bin Abi Iyyas, Hajjaj bin Muhammad, Said bin al-Hakam bin Abi Maryam, Abdullah bin Abd al-Hakam, Abdullah bin al-Mubarak, Abdullah bin Wahab
Kesaksian ulama; Mayoritas ulama, seperti Ahmad bin Hanbal, Abu Daud, Yahya bin Ma’in, Abdurrahman al-Nasai, Al-Darimi, Ya’qub bin Syaebah, Ali Al-Madini, al-‘Ijli> menempatkannya sebagai perawi yang s\iqat. Bahkan menurut keterangan Abu Daud dari kesaksian Ahmad bin Hanbal bahwa penduduk Mesir yang paling kuat (s}ah{ih}) hadisnya adalah Lais bin Sa’ad dan ‘Amru bin al-Haris. Kecuali Abu Zur’ah dan Ibnu Khirasy menempatkannya sebagai periwayat yang s}udu>q, s}ah}ih} al-h}adi>s\. Menurut kesaksian Ahmad bin Hanbal sebagaimana dikutib Abdullah bin Ahmad jalur hadis yang paling kuat yang bersumber dari Sa’id al-Maqbu>ri> dari Abu Huraerah adalah jalur yang diterima dan diriwayatkan Lais bin Sa’d
e). Qutaibah
Abu Raja> al-Balkhyi> al-Bagla>ni> Qutaibah bin Sa’id bin Jamil bin T{arif al-S{aqafi\>. Lahir lahir pada tahun 148 H dan wafat 240 H . Kunniyahnya Abu Raja dan laqabnya al-Saqafi, al-Balkhi>, al-Baqqal>. Hadisnya diriwayatkan Imam kutub al-sittah>. Ia termasuk t}abaqah kesepuluh dari murid senior tabi’ atba’ al-ta>bi’in .
Gurunya antara lain; Ibrahim bin Sa’ad al-Madani, Ishaq bin Isa al-Qusyairi, Ismail bin Ja’far, Hammad bin Zaid, Khalid bin Abdullah Al-‘Attar, Salim al-Aslami>. Muridnya antara lain; al-Jama’ah kecuali Ibnu Majah, Ahmad bin Hanbal, Al-Darimi>, Ahmad bin Sayyar al-Marwazi
Kesaksian ulama : Menurut al-Nasai ia periwayat s\iqat s}udu>q, menurut Ibnu Khirasy dan Muhammad al-Farhayani>; s}udu>q, menurut Ibnu Hajar dan al-Bandari s\iqat s\a>bit

f). Al-Nasai>
Abu Abdirrahman Ahmad bin Ali bin Syuaib bin Ali bin Sinan bin Bahr al-Khurasani>. Lahir di Nasa salah satu kota di wilayah Khurasan Persia tahun 215 H. Hafal al-Qur’an dan talaqqi dengan ulama di negerinya. Ia mengunjungi (rih>lah) Hijaz, Iraq, Syam, Mesir dan Damasqus. Di Damaskus ia menghadapi fitnah (penyiksaan) yang mengantarkan dirinya kepada kesyahidan. Ketika ia diminta untuk menulis kitab tentang keutamaan Muawiyah r.a. sebagaimana ia telah menulis kitab keutamaan Ali bin Abi Talib r.a. Akan tetapi ia menolak permintaan tersebut sehingga ia disiksa dengan penyiksaan yang sangat parah.
Ada dua pendapat tentang tempat wafatnya. Menurut al-Daraqutni>, ketika ia menghadapi ujian berat di Damaskus, ia meminta untuk dibawah ke Mekkah hingga akhirnya wafat dan di makamkan antara Safa dan Marwah. Menurut al-Zahabi, Ibnu Yunus, AL-Tahawi, ia wafat di Ramallah dan dimakamkan di Bait al-Muqaddas. Ia wafat pada tahun 303 H .
Kesaksian ulama; Menurut al-Daraqutni, al-Nasa’i ulama paling faqih di Mesir, paling paham hadis dan rijal-rijalnya di masanya. Ibnu al-As|ir al-Jazari> dalam muqaddimah kitabnya, Ja>mi’ al-Us}u>l, ia katakan bahwa Al-Nasa>i bermazhab Syafi’i, ia menulis kitab manasik al-h}ajj dengan mazhab Syafi’i.

4. Kritik Sanad
Kritik sanad merupakan kegiatan analisis-kritis yang dilakukan terhadap sanad hadis untuk menguji kes}ah}ih}annya. Kriteria kes}ah}ih}an sanad hadis telah ditetapkan oleh ulama. Mayoritas ulama menetapkan lima kriterianya. Kelima kriteria tersebut adalah; sanad bersambung, Periwayatnya a>dil, Periwayatnya d}a>bit}, tidak sya>z, dan tidak ada ‘illat. Berdasrkan kriteria ini, kritik sanad, meliputi dua aspek utama yang menjadi fokus kritikan, yaitu periwayat dan jalur periwayatannya.

a). Analisis Jalur Periwayatan atau Jalur Sanad
Berdasarkan skema yang telah disebutkan sebelumnya maka dapat digambarkan sebagaimana berikut;
1) Penulis menetapkan jalur al-Nasa>i sebagai jalur utama yang diteliti, sebab Lais\ lebih kuat mu’a>s}arahnya dengan gurunya Ibnu ‘Ajlan dibandingkan dengan Yahya yang merupakan jalur riwayat Ahmad. Dengan ini, maka ketiga jalur Ahmad bin Hanbal berposisi sebagai ta>bi’ jalur al-Nasa>i.
2) Hadis diterima oleh sahabat Abu Hurairah seoramg diri, sehingga dapat ditetapkan sebagai common link jalur periwayatan. Darinya hadis terpancar kepada dua orang muridnya, Sa’id al-Maqburi> dan ‘Ajlan al-Qurasy>, kemudian periwayatan mengalir hingga kepada al-Nasa>i dengan satu jalur dan dengan Ahmad tiga jalur.
3) Keberadaan Abu Hurairah sebagai periwayat tunggal yang menerima hadis dari Nabi, menjadi pertanda bahwa hadis ini jika ditinjau dari aspek ‘adad al-ruwa>t (kuantitas) dapat dikategorikan sebagai hadis gari>b mut}la>q.
4) Jika menggunakan standar minimal umur seluruh periwayat 60 tahun, maka antara guru dan murid adalah sezaman. Dengan demikian hadis al-Tirmi>zi memenuhi salah satu syarat bersambungnya sanad, yaitu antara guru dan murid sezaman.
5) Sigat al-tahammul wa al-adanya (lambang periwayatan) ada tiga yakni; akhbarana>, haddas\ana>, dan ‘an. akhbarana>, haddas\ana> merupakan lambang yang kuat karena merupakan pernyataan eksplisit (sigat jaz}m) yang menunjukkan metode sima>’i. Adapun sigat ‘an merupakan pernyataan ambigu, yang telah banyak dipersoalkan ulama. Tetapi meski merupakan pernyataan ambigu yang sering dikritik ahli hadis karena bermakna “konon”, tetapi dengan melihat jalur sanad, lambang periwayatan ‘an dapat dikuatkan karena memenuhi syarat-syaratnya untuk diterima. Sebab itu, dianggap tidak ada masalah.
6) Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jalur periwayatan al-Nasa>i merupakan jalur periwatan yang kuat dan memenuhi syarat ketersambungan sanad

b). Analisis Periwayat
Analisis periwayat merupakan analisa-kritis pribadi periwayat. Ada dua syarat yang telah disepakati ulama dalam menentukan kualitas periwayat. Kedua syarat tersebut adalah adil dan d}a>bit} . Berdasarkan pemaparan tarjamah periwayat sebelumnya tergambar bahwa seluruh periwayat yang terlibat dalam jalur sanad adalah periwayat yang mayoritas ulama menetapkannya sebagai periwayat yang memenuhi dua syarat kes\iqatan periwayat, yaitu adil dan d}abit}. Dengan demikian jalur periwayatan atau jalur sanad hadis al-Tirmi>zi dari sisi kualitas periwayatnya memenuhi syarat kesahihan sanad. Bahkan jalur hadis yang paling kuat yang bersumber dari Sa’id al-Maqbu>ri> dari Abu Huraerah adalah jalur yang diterima dan diriwayatkan Lais bin Sa’d

c). Status Sanad
Dari analisi-kritis sanad yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut;
- Dari sisi kuantitas, sanad hadis termasuk hadis gari>b mutlak karena pada jalur periwayatan, periwayat pertama dalam hal ini Abu Hurairah menerima hadis secara tunggal dari Nabi dan ia menjadi common link jalur periwayatan
- Dari sisi kualitasnya dapat ditetapkan sebagai hadis s}ah}i>h} karena memenuhi kelima syarat kes}ah}i>h}an hadis.
- Dengan demikian status sanad hadis tentang wanita yang paling baik riwayat al-Nasa>i dapat ditetapkan sebagai hadis s}ah}i>h}-gari>b.

B. Tinjauan Terhadap Status dan Kualitas Matan
Kembali kepada keseluruhan hadis yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat dikelompokkan sebagaimana berikut;
Abu Hurairah dari Nabi
خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ الْإِبِلَ صَالِحُ نِسَاءِ قُرَيْشٍ أَحْنَاهُ عَلَى وَلَدٍ فِي صِغَرِهِ وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِهِ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
Diriwayatkan al-Bukha>ri>, Muslim, Ahmad Diriwayatkan al-Nasa>i, dan Ahmad

Dari keterangan ini, dapat dipahami bahwa hadis yang berbicara tentang wanita yang paling baik, seluruhnya terpancar dari Abu Hurairah. Sedangkan matannya mengandung dua makna; pertama bahwa wanita yang paling baik adalah yang taat suami, menyenangkan jika dipandang dan menjaga kehormatan dan harta suami. Sedangkan yang kedua adalah yang dapat menunggangi onta, sangat penyayang terhadap anak kecilnya, dan menjaga harta suaminya.
Jika ditelaah ma’nanya secara tekstual dan kontekstual, maka hadis kelompok pertama yang diriwayatkan al-Bukha>ri>, Muslim dan Ahmad ajarannya bersifat lokal karena disebutkan secara khusus ciri dan sifat wanita Quraisy. Sehingga tidak berlaku kepada seluruh wanita muslimah. Kelompok kedua riwayat al-Nasa>i dan Ahmad mengandung ajaran yang bersifat universal, bahwa tiga ciri wanita dan istri yang baik taat suami, menyenangkan jika dipandang, menjaga kehormatan diri dan harta suami.
Hal ini berarti, hadis kelompok pertama tidak dapat disatukan dan digabungkan maknanya dengan hadis kelompok kedua. Sebab itu dalam kajian dan kritik matan, hanya difokuskan pada hadis kelompok kedua riwayat al-Nasa>i dan Ahmad saja. adapun hadis kelompok pertama hanya dijadikan dalil pendudung yang memungkinkan dilakukan.
Tinjauan dan kritik matan merupakan lanjutan dari kegiatan kritik sanad yang telah dilakukan sebelumnya. Meskipun kegiatan kritik sanad telah menetapkan hasil bahwa hadis riwayat al-Nasa>i tentang wanita yang paling baik merupakan hadis s}ah}i>h}, namun bukan berarti telah menduduki posisi yang s}ah}i>h} secara mutlak sebelum meneliti matannya. Kritik matan dilakukan bertujuan untuk memastikan kebenaran suatu hadis yang telah dinyatakan kebenaran sanadnya. Sebab sebuah hadis dapat dipastikan kes}ah}i>hannya apabila telah teruji sanad dan matannya secara bersamaan.
Menurut Syuhudi Ismail, ada tiga alasan mengapa penelitian matan hadis sangat diperlukan; pertama, karena keadaan matan tidak dapat dilepaskan dari pengaruh keadaan sanadnya. Kedua, karena dalam matan dikenal periwayatan secara makna, dan ketiga, kajian pada kandungan matan hadis, seringkali harus menggunakan pendekatan rasio, sejarah, dan prinsip-prinsip pokok ajaran Islam .
Menurut al-Suyut}i, ada dua unsur yang harus terpenuhi dalam matan hadis hingga dapat ditetapkan sebagai matan yang berkualitas s}ah}i>h}. Kedua unsur tersebut adalah terhindar dari sya>z\ dan terhindar dari ‘illat. Meskipun tidak dibatasi kepada kedua unsur tersebut, tetapi memungkinkan adanya unsur lain, hanya saja hal itu perlu penelitian yang mendalam.
Selanjutnya Syuhudi menawarkan beberapa langkah-langkah metodologis dalam kritik matan; 1) meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya, 2) meneliti susunan lafaz} berbagai matan yang semakna, dan 3) meneliti kandungan matan. Dari tawaran Syuhudi Ismail, sebetulnya hanya dua aspek menjadi kajian utama matan, yaitu point dua dan tiga. Adapaun point pertama dengan kembali melihat kualitas sanad merupakan penguat dan pembanding dalam penelitian matan, namun tetap tidak bisa ditinggalkan karena matan dan sanad tidak bisa dipisahkan.
Tolok ukur suatu matan hadis dapat dinyatakan maqbul disebutkan oleh beberapa ulama. al-Khatib al-Bagda>di menyebutkan beberapa aspek; 1) tidak bertentangan dengan akal sehat, 2) tidak bertentangan dengan hukum al-Quran yang muh}ka>m, 3) tidak bertentangan dengan hadis mutawatir, 4). tidak bertentangan dengan amalan salafuss}a>lih>, 5) tidak bertentangan dengan dalil yang sudah pasti, 6) tidak bertentangan dengan hadis ahad yang kualitasnya lebih kuat .
Abu Bakar bin Furak menyebutkan beberapa aspek; 1) makna yang terkandung dalam nash tidak lemah atau rusak, 2) tidak bertentangan dengan al-Quran, 3) tidak bertentangan dengan hadis mutawatir, 4) tidak bertentangan dengan ijm’a> qat}’i, 5) tidak bertentangan realitas sejarah yang telah pasti kebenarannya, 6) hadisnya tidak berasal dari periwayat yang ta’ssub (fanatik) mazhab, 7) kandungannya tidak berlebihan dalam pahala terhadap amalan yang kecil atau azab yang pedih dari dosa yang jelek .
Shalahuddin bin Ahmad al-Adlabi menyebutkan empat aspek; 1) tidak bertentangan dengan petunjuk al-Quran, 2) tidak bertentangan dengan hadis dan sirah nabawiyah yang s}ah}i>h}, 3) tidak bertentangan dengan akal, indra dan sejarah, 4) susunan pernyataannya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.
Pendapat ulama tentang unsur-unsur, langkah dan tolok ukur penelitian matan di atas diklasifikasikan dengan lebih detail oleh Arifuddin Ahmad dengan menggunakan kaidah mayor dan minor yang diperkenalkan Syuhudi Ismail. Kaidah minor matan hadis yang terhindar dari syuz\u>z\ adalah; 1) sanad hadis yang bersangkutan tidak menyendiri (gari>b), 2) tidak menyalahi hadis yang lebih kuat, 3) tidak bertentangan dengan al-Quran, 4) tidak bertentangan dengan akal dan fakta sejarah. Sedangkan kaidah minor dari matan hadis yang terhindar dari ‘illat adalah; 1) tidak mengandung idra>j (sisipan) 2) tidak mengandung ziya>dah (tambahan) 3) tidak terjadi maqlu>b (kalimat terbalik) 4) tidak terjadi id{t}ira>b (pertentangan yang tidak dapat dikompromikan) 5) tidak terjadi kerancuan lafaz dan penyimpangan makna yang jauh dari matan hadis bersangkutan.
Dari pendapat ulama di atas penulis mencoba merumuskan kaidah kes}ah}ih}an matan hadis sebagaimana dalam tabel berikut;
Kaidah Kes}ah}i>h}an Matan Hadis
Obyek Kajian Unsur-unsur Kes{ah{i>h{an Tolok Ukur Kes{ah{i>h{an Matan


Redaksi

Tidk ada’Illat • Tidak ada ziya>dah
• Tidak ada Idra>j
• Tidak ada Iqla>b
• Tidak terjadi id{t}ira>b
• Tidak terjadi kerancuan lafaz\



Kandungan


Terhindar dari sya>z\ • Tidak bertentangan dengan al-Quran
• Tidak bertentangan dengan hadis lain dan sirah nabawiyah yang lebih kuat
• Tidak bertentangan dengan akal sehat, realitas sejarah dan sains yang terbukti kebenarannya
• Tidak menyalahi tujuan pokok ajaran Islam (maqa>s}id al-syar’iyah)

Dalam implementasinya, obyek kajian matan dan unsur-unsur kes}ah}i>h}annya mutlak terpenuhi dalam setiap melakukan kritik matan. Sedangkan tolok ukurnya bersifat kondisional, dalam artian tidak semua matan hadis mutlak diterapkan seluruh tolok ukur yang ada, tetapi mengikuti kategori hadisnya. Misalnya matan hadis yang berbicara tentang perkara ilahiya>t, ruh}a>niya>t dan sam’iya>t tidak mungkin diuji dengan tolok ukur “tidak bertentangan dengan fakta sejarah dan sains.”
Adapun hadis yang sedang dikaji, kaidah yang disebutkan sebelumnya dapat diterapkan semuanya karena hadisnya berbicara tentang fad}a>il (keutamaan) wanita yang aspek keagamaannya\ merupakan aspek muamalah bukan akidah atau ibadah wajib. Untuk menguji kes}ah}i>h}annya, maka akan ditilik kedua obyek kajian matan yaitu; susunan redaksi dan kandungannya.

1. Analisis Redaksi Matan Hadis
Ada dua bentuk periwayatan hadis yakni; periwayatan secara lafaz} dan periwayatan secara makna. Jika kita bertolak pada proses penerimaan dan pemberitaan hadis yang dilakukan oleh periwayat dari sumbernya yang pertama (sahabat dari Nabi), maka hampir dipastikan bahwa pada galibnya hadis diriwayatkan secara makna, dalam artian hanya sedikit hadis yang diriwayatkan langsung dari Nabi sesuai dengan lafaz} aslinya. Meskipun bukan berarti hal itu tidak ada sama sekali.
Hal itu karena; 1) pemberitaan hadis oleh sahabat dari Nabi kepada murid-muridnya yang dilakukan pada saat itu adalah pemberitaan yang bersifat esensial dan subtantif dan belum mempertimbangkan aspek ahammiyahnya (urgensitas) kesamaan lafz} yang diucapan Nabi 2) Nabi dalam menyampaikan sabdanya berusaha menyesuaikan dengan bahasa (dialek), kemampuan intelektual, dan latar belakang audience-nya, sehingga bisa jadi sahabat yang ikut mendengar dan memahami sabda Nabi tersebut, membahasakannya dengan bahasa (dialek) yang berbeda ketika ia menyampaikan kepada audience yang berbeda pula, 3) hadis-hadis fi’liyah yang disampaikan sahabat merupakan bahasa mereka sendiri, sehingga satu hadis (perbuatan Nabi) dibahasakan secara beragam oleh sahabat.
Untuk menentukan apakah hadis riwayat al-Nasa>i merupakan riwayat dengan makna atau riwayat dengan lafaz} perlu dikomparasikan dengan riwayat Ahmad bin Hanbal. Untuk menajamkan kritik, akan ditampilkan ulang seluruh teks hadis.

Riwayat al-Nasa’i عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
Riwayat Ahmad 1. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّذِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِيمَا يَكْرَهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهِ
2. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِيمَا يَكْرَهُ فِي نَفْسِهَا وَلَا فِي مَالِهِ
3. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِيمَا يَكْرَهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهِ

Baik riwayat al-Nasa>i maupun Ahmad bin Hanbal semuanya menggunakan sigat tamrid} قِيلَ dan سُئِلَ. Al-Nasa>i menggunakan isim mausu>l li al- muannas} الَّتِي, Ahmad menggunakan isim maus}u{l li al-muannas\ الَّتِي dan muzakkar الَّذِي. Pada riwayat Ahmad yang kedua terdapat z}iya>dah (tambahan) harf al-nafy> ( ( لا. Pada susunan redaksinya terdapat tata susunan yang terbalik (taqli>b) di mana pada akhir matan al-Nasa>i berbunyi وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ. Sedangkan ketiga riwayat Ahmad berbunyi تُخَالِفُهُ فِيمَا يَكْرَهُ فِي نَفْسِهَا وَلَا فِي مَالِهِ وَلَا.
Dari redaksi matan yang ada tampak adanya perbedaan dalam pemakaian lafz} karena adanya z}iya>dah dan taqli>b. Tetapi perbedaan tersebut bukanlah perbedaan yang prinsip dalam redaksi. Sebab itu walaupun tampak ada perbedaan susunan redaksi tetapi perbedaan tersebut tidak berpotensi menimbulkan kecacatan karena ziya>dah> dan taqli>b bukanlah kecacatan yang dapat merubah makna atau menimbulkan interpretasi berbeda. Perbedaan susunan redaksi tersebut tidak lain karena riwa>yat bi al-makna.
Tidak bisa dipungkiri bahwa riwa>yat bi al-makna merupakan pintu masuknya perbedaan susunan redaksi hadis yang pada dasar tidak merusak substansi kandungan hadis. Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa dalam kasus tertentu perbedaan susunan redaksi karena riwayat bi al-makna dapat menimbulkan kecacatan karena merusak substansi hadis. Seperti hadis yang diriwayatkan al-Bukha>ri berbeda dengan susunan redaksinya dengan yang diriwayatkan Muslim, yang menurut hemat penulis riwayat Muslim mengalami taqli>b yang merusak substansi hadis.

Riwayat Muslim bin al-Hajjaj Riwayat al-Bukha>ri
• وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ يَمِينُهُ مَا تُنْفِقُ شِمَالُهُ • ورجل تصدق اخفى حتى لا تعلم شماله ما تنفق يمينه

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa redaksi hadis tentang wanita yang paling baik yang diriwayatkan al-Nasa>i adalah riwa>yat bi al-makna yang tidak mengalami kecacatan.

2. Analisis Kandungan Hadis
Setelah melakukan pengujian kes}ah}i>h}an redaksi hadis, dilanjutkan dengan menguji kes}ah}i>h}an kadungannya. Ketika menguji kandungan matan, menurut Syuhudi Ismail perlu diperhatikan matan-matan dan dalil-dalil lain yang mempunyai topik sama. Apabila ada matan lain yang bertopik sama dan sanadnya juga memenuhi syarat, maka dilakukan kegiatan muqa>ranah (membandingkan) kandungan matan tersebut. Kegiatan muqa>ranah dilakukan untuk melihat apakah ada titik temu, ta’a>rud (pertentangan), pelemahan, dan atau penguatan. Penguatan tersebut bisa berupa penegasan, penjelasan, penafsiran, atau pengkhususan.
Untuk menguji kes}ah}i>h}an kandungan hadis dalam kegiatan muqa>ranah (membandingkan) dengan topik dan dalil lain, ditetapkan empat aspek yang dijadikan tolok ukurnya. Keempat aspek tersebut adalah;
• Tidak bertentangan dengan al-Quran
• Tidak bertentangan dengan hadis lain dan sirah nabawiyah yang lebih kuat
• Tidak bertentangan dengan akal sehat, realitas sejarah dan sains yang terbukti kebenarannya
• Tidak menyalahi tujuan pokok ajaran Islam (maqa>s}id al-syar’iyah)
Aspek pertama; Tidak Bertentangan dengan al-Quran
Makna yang terkandung pada matan hadis ini jika dibandingkan dengan ayat al-Quran tidak ditemukan adanya pertentangan, bahkan sebaliknya, ada beberapa ayat dan hadis yang menguatkan substansi pesan Nabi yang termaktub pada hadis tersebut.
1) Bahwa suami adalah pemimpin, pemimpin bagi istrinya, maka istri wajib mentaati pemimpinnya.
Allah berfirman dalam Q. S. Al-Nisa/4 : 59
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan pemimpin kalian.
Q.S>. al-Nisa/4 : 34
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ...
Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka .
Sedangkan dalam hadis, Rasulullah saw bersabd;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا : حديث رواه الترميذي و ابن ماجه و أحمد بألفاظ مختلفة
Artinya : Dari Abu Hurairah dari Nabi saw bersabda : sekiranya Aku dapat perintahkan untuk menyembah seseorang, niscaya aku telah perintahkan kepada perempuan (istri) untuk sujud kepada suaminya.
2) Bahwa istri perlu menjaga kehormatan dirinya dan menjaga harta suaminya Menjaga kehormatan berarti menunaikan amanat. Bicara tentang amanat, Allah swt memerintahkan untuk menunaikan amanat dengan baik
Allah berfirman dalam Q.S. al-Nisa/4 : 58
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْل
Artinya : Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanat kepada ahlinya, dan jika melaksanakan hukum di antara manusia maka tunaikanlah dengan adil.
Bahkan secara khusus Allah menyebut istri-istri yang salihah adalah mereka yang mampu menjaga kehormatan dirinya dan rahasia rumah tangganya saat suaminya tidak bersamanya dan menjaga harta suaminya. Ini juga sejalan dengan firman Allah dalam Q.S. al-Nisa/4 : 34
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
Artinya : ...Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

3) Perlunya istri mempercantik diri yang diperuntukkan hanya untuk suaminya dan bukan untuk dipertontotnkan kepada orang lain. sebagaimana firman Allah Q.S. al-Ahzab/33 : 33.
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
Artinya : Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu...

Aspek Kedua; Tidak Bertentangan Hadis dan Sirah Nabawiyah yang lebih Kuat
Hadis ini diletakkan al-Nasai pada kitab nikah, bab ke-14 ayyu al-nisa> khair, terletak setelah bab ke-12 tajwi>j al-za>niyah> (larangan menikahi pezina) dan bab ke-13 kara>hiyat tazwi>j al-zuna>t (makruh menikah karena alasan keindahan) dan sebelum bab ke15 al-mar’ah> al-s}a>lih}ah (wanita baik). Maka dapat dipahami bahwa al-nisa> (perempuan) yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah perempuan yang sudah dinikahi atau istri.
Bahwa Islam memakruhkan menikahi seorang wanita karena alasan harta, keturunan, dan kecantikan, dan mendorong untuk menikahi wanita karena alasan agama sebagaimana dalam hadis.
عن أبي هريره رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال تنكح المرأة لأربع لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك
Artinya : dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw bersabda : Wanita dinikahi karena empat hal karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung
Kandungan hadis ini juga diperkuat oleh banyak riwayat lain di antaranya
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ الْإِبِلَ صَالِحُ نِسَاءِ قُرَيْشٍ أَحْنَاهُ عَلَى وَلَدٍ فِي صِغَرِهِ وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِهِ
Artinya : Dari Abu Hurairah dari Nabi saw bersabda: Sebaik-baik wanita adalah wanita yang paling baik mengendarai unta, di antaranya sebaik wanita adalah wanita Quraisy paling penyayang kepada anaknya dan paling memelihara hak suaminya yaitu terhadap harta yang dimilikinya.

Aspek Ketiga; Tidak bertentangan dengan akal sehat, realitas sejarah dan sains yang terbukti kebenarannya
Ditinjau dari aspek ini, maka kandungan hadis ini juga tidak bertentangan. Karena jika suatu perkara telah dibenarkan al-Quran dan hadis maka tidak akn mungkin bertentangan dengan logika manusia, kecuali karena logika tersebut menyimpang dari kebenaran. Seorang istri yang taat kepada suami sebagai pemimpinnya adalah hal yang sangat logis demi menciptkan kehidupan yang harmonis rukun dan bahagia.
Demikian pula dalam realitas sejarahnya. Bahwa betapa banyak laki-laki yang sukses dalam berbagai pekerjaannya karena pengaruh istrinya. Kesuksesan Nabi dalam mengemban da’wah pada awal kerasulannya tidak bisa dilepaskan dari keberadaan istrinya Khadijah yang setia dan taat kepadanya, bahkan berkorban demi suami dan perjuangan Islam.

Aspek Keempat: Tidak menyalahi tujuan pokok ajaran Islam (maqa>s}id al-syar’iyah)
Istri yang taat, menyenangkan jika dipandang suaminya, dan menjaga kehormatan dirinya dan harta suaminya termaktub nilai-nilai tanggung jawab mewujudkan maksud-maksud disyariatkannya hukum Islam. setidaknya tiga dari lima maksud syariat Islam bisa terjaga dengan kemampuan istri dalam mengamalkan hadis ini. Ia telah menjaga stabilitas iman dan kehidupan beragamanya, menjaga keturunan dari perbuatan nista, dan menjaga harta dari segala pendistribusian yang tidak benar Dari empat aspek tolok ukur yang dipergunakan untuk menguji kandungan hadis dan meneliti apakah ada sya>z} atau tidak, terkuak bahwa kandungan hadis tergolong baik dan tidak mengandung sya>z}. Dengan demikian kandungannya s}ah}i>h}.

C. PENUTUP

1. Kesimpulan

Hadis tentang siapakah wanita yang terbaik diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Nabi saw secara tunggal, sehingga ia menjadi common link terpancarnya hadis kepada periwayat di bawahnya. Karena periwayat pada t}abaqah sahabat hanya tunggal, maka status hadisnya dipastikan sebagai hadis garib mutlak. Dengan menetapkan al-Nasa>i sebagai jalur utama, maka riwayat Ahmad bin Hanbal berposisi sebagai ta>bi’ jalur al-Nasa>i.
Kualitas sanadnya baik dan memenuhi syarat kes}ah}i>h}an sanad. Sanadnya bersambung dari awal sampai akhir tanpa ada terputus. s{igat tahammul wal ‘adanya sima>’i> dan mu’ananah> yang kuat. Semua rija>lnya adalah s}iqat dan sezaman antara guru dengan murid, bahkan pada beberapa t}abaqat dapat dipastikan terjadi liqa. Maka dapat ditetapkan sebagai hadis gari>b s}ah}i>h}.
Pada aspek redaksi hadis tanpak adanya ziya>dah dan taqli>b tetapi tidak merubah substansi makna hadis sehingga tidak dianggap ‘illat. Adanya sedikit perbedaan redaksi tersebut karena diriwayatkan dengan makna. Adapun kandungannya tidak ditemukan adanya sya>z} (pertentangan) dari empat tolok ukur yang ditetapkan. Sebab itu, kualitas matan hadis ini dianggap kuat karena memenuhi syarat kes}ah}i>h}an matan yaitu terhindar dari ‘illat dan sya>z}.

2. Implikasi
Perlunya pengkajian lebih mendalam terhadap hadis – hadis yang berbicara tentang kedudukan wanita dalam perspektif hadis nabawi dengan pendekatan historis dan sosiologis sehingga dapat disingkronkan antara esensi pesan Nabi yang termaktub dalam teks-teks hadis dengan konteks peradaban umat berdasarkan perkembangan zamannya.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Arifuddin. Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi. Jakarta: MSCC, 2003

Al-Askala>ni, Ahmad bin Ali bin Hajar. Taqri>b al-Tahzi>b. tk, Dar al-‘A>s}imah, t.th.

Al-Adla>bi, Shalahuddin bin Ahmad. Manhaj Naqd al-Matan ‘Ind ‘Ulama> al-Hadist al-Nabawi terj. Drs. HM Qodirun Nur Metodologi Kritik Matan Hadis. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004

Al-Bandari>, Abdul Gaffar Sulaiman, dan Sayyid Kusrawi> Hasan. Mausu>’ah Rija>l al-Kutub al-Tis’ah> J. III. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1993.

al-Basati, Abu Hatim Muhammad bin Hibban bin Ahmad al-Tami>mi>. Kita>b al-S{iqa>t. India: Matba’ah Majlis Dairah al-Ma’arif, 1973

Al-Ba>qi, Muhammad Fuad Abdu. Mifta>h Kunu>z al-Sunnah. Lahor: Suhail Akademi, 1971

Al-Bukha>ri>, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail. al-Ja>m’i al-S{ah}i>h} al-Musnad min H{adi>s\ Rasulillah saw wa sunanih wa ayya>mih J. II. Kairo: al-Maktabah al-Salafiyah, 1403 H

Al-Ha>di>, Abu Muhammad Abdul Muhdi bin Abdul Qadir bin Abd al-Hadi. T{uruq Takhri>j H{adi>s\ Rasu>lillah saw . Kairo: Dar al-‘Itis}a>m, t.th

Al-Mi>zi>, Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf. Tahzib al-Kama>l fi> Asma>i al-Rija>l J. XXIV. Beirut: Muassasah al-Risalah, 1992.

Al-Naisabu>ri>, Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyai>ri>. S{ah}i>h} Muslim J. VII. tk: tp, t.th

Al-Nasa>i, Abu Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib bin Ali. Sunan al-Nasai>. Riyad: Maktabah al-Ma’arif, t.th.

Al-Sayyid, Muhammad Mubarak. Mana>hij al-Muhaddis|i>n. Kairo: t.p, 1998

Al-T{ah}h}a>n, Mahmud. Us}u>l al-Takhri>j wa Dira>sat al-Isla>miyah>. Riyad: Dar al-Ma’arif, 1991

_________. Taisi>r Mus}t}alah} al-h}adi>s\. Iskandariah: Markaz al-hady li al-dirasat, 1315 H.

Bastoni,Hepi Andi.101 Sahabat Nabi. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2002.

Ismail, Syuhudi Ismail. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Jakarta: Bulan Bintang, 1992

_________. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 1988

Misteri Guru Komputer Dagestan.” (Liputan), Republika, Selasa 6 April 2010

Musnad al-Ima>m Ahmad bin Hanbal, J. II. Beirut: Dar al-Fikr, t.th.

Zaglul, Abu Hajir Muhammad al-Sa’id bin Basyuni. Mausu’ah At}ra>f al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-Syari>f J.IV. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th.

Wensinck, A. J. al-Mu’jam al-Mufahraz li Alfa>z al-H}adi>s| al-Nabawi> J.1. Leiden : E.J. Brill, 1936.