Minggu, 15 Maret 2009

IA Yang Menolak Menjadi Pemimpin

Ketika IA dilantik menjadi khalifah setelah meninggalnya Sulaeman bin Abdul Malik, padahal IA sesungguhnya tidak menghendaki jabatan khalifah tersebut. Kaum Muslimin memintanya untuk menjadi Imam shalat. Usai menunaikan shalat, IA berdiri untuk menyampaikan khutbah. “Kaum Muslimin aku telah diberi cobaan dengan jabatan khalifah ini tanpa aku dimintai pendapat, dimohon, serta tanpa musyawarah dari kaum muslimin seluruhnya. Sekarang aku kembalikan jabatan ini kepada kalian, dan pilihlah khalifah sesuka anda!”.
Namun kaum muslimin dengan serempak menjawab, “kami telah memilih dan menerimamu dengan ikhlas, ya amirul mukminin kami telah mengangkat sumpah dan semoga engkau diberkahi”
IA mulai memberikan arahan dan nasehat untuk meningkatkan taqwa dan bersikap zuhud dalam hal keduniawian serta memberikan iming-iming tentang pahala akhirat kelak. Inilah ucannya,
“Kaum muslimin, barang siapa yang taat kepada Allah, berarti kita wajib menaatinya,
dan barang siapa yang berbuat maksiat terhadap Allah,
berarti tidak satu pun orang yang boleh menaatinya.
Kaum Muslimin, taatilah perintahku selama aku taat kepada Allah.
Jika aku tidak taat kepada Allah, maka kalian tidak perlu menaatiku”.

Setelah menyampaikan khutbahnya, IA turun dari mimbar, pulang ke rumah menuju ke tempat tidurnya.
Belum sempat IA merebahkan badan, anaknya Abdul Malik yang saat itu berusia tujuh belas tahun menghampiri ayahandanya seraya berkata, “apa yang akan kau lakukan, amirul mukminin?!”

IA menjawab, “Aku ingin memejamkan kedua mataku sebentar saja. aku sudah tidak berdaya lagi!”

Anaknya berkata, “apakah enkau akan memejamkan mata sebelum menyelamatkan orang-orang yang terdzalimi dan mengembalikan mereka kepada keluarga mereka, wahai amirul mukminin!”

IA menjawab, “Anakku, kemarin malam aku tidak tidur di rumah pamanmu, Sulaeman. Saat zuhur tiba nanti aku akan shalat berjamaah bersama kuam muslimin dan aku akan lepaskan orang-orang terdzalimi kepada keluarga mereka, insyaallah!”

Anaknya berkata, “memangnya engkau ini siapa hingga tahu akan hidup sampai waktu dzuhur nanti?”
IA pun memeluk dan mendekap anaknya lalu berkata, “segala puji bagi Allah yang telah melahirkan seorang anak dari tulang belakang yang mengukuhkan agamaku” Namanya aku tidak sanggup sebutkan, karena begitu mulia bagiku. Subhanallah

Sabtu, 07 Maret 2009

Islam Dan Kebangkitan Ilmu Pengetahuan

Ketika Jepang dibom atom oleh Amerika pada perang dunia II, negara Sakura mengalami kehancuran total. Pada saat itu kaisar bertanya, “apakah masih ada guru yang hidup?”. Sebuah kesadaran dari seorang pemimpin bahwa kebangkitan kembali dari kehancuran terletak di tangan guru. Untuk menata kembali kepingan-kepingan peradaban yang rusak menuju kejayaannya hanya akan mampu dilakukan melalui sentuhan tangan-tangan mulia para guru, pendidik, pemberi ilmu, para murabbi.
Kesadaran seorang kaisar akan arti penting seorang guru pemberi ilmu dan keutamaan ilmu pengetahuan, hanyalah sepenggal dari kisah kesempurnaan peradaban ummat manusia sepanjang zamannya. Seribu tahun lebih yang telah lalu, sebuah risalah kenabian terakhir hadir di muka bumi yang membawa ajaran perbaikan, dan cahaya keselamatan. Dan ternyata amanat risalah suci yang pertama itu adalah perintah untuk membaca. Bahkan perintah untuk membaca diulang dua kali. Menurut ulama tafsir adanya tikrar (pengulangan) pada kata iqra’ (bacalah) menunjukkan urgennya perintah tersebut.
Membaca merupakan salah satu jalan utama untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Sebabnya Islam sangat menekankan keutamaan ilmu dan pentingnya memiliki ilmu pengetahuan. Karena untuk bisa menjalankan syariat Islam dengan baik, wajib adanya pengetahuan di dalamnya. Islam tidak memberikan ruang toleransi kepada siapa pun untuk menjalankan syariat dalam keadaan buta ilmu, bodoh, dan tanpa pemahaman (sufaha atau jahiliyah). Itulah sebabnya agenda pertama kehadiran Islam adalah melawan kebodohan (jahiliyah) ummat, terutama kebodohan dalam akidah atau iman.

Penghargaan Tuhan Kepada Ilmu dan Orang Berilmu
Sesungguhnya Islam adalah agama yang menghargai ilmu pengetahuan. Agama yang menjadikan ilmu sebagai kemutlakan dalam ibadah dan taqarrub kepada Allah swt. Dalam Al-Quran Allah swt menggambarkan dengan firmanNya yang agung keutamaan-keutamaan ilmu dan orang berilmu.
Allah swt menghargai orang-orang yang berilmu dibanding orang-orang awam. Perhatikanlah firman Allah swt dalam surat al-Mujadalah : 11, Allah memberikan penghargaan kepada orang berilmu dengan mengangkat derajatnya hingga beberapa derajad yang tidak terbatas.
َيرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
(سورة المجادلة :11)
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajad.” (Al Mujadilah: 11)

Pada surat Ali ‘Imran: 18, Allah SWT bahkan menghargai orang-orang yang berilmu dengan memulai dengan diriNya, lalu dengan MalaikatNya, dan kemudian dengan orang-orang yang berilmu. Jelas ini adalah keutamaan, ini adalah kemuliaan. Kemuliaan dari Yang Maha Mulia.
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
(سورة آل عمران:28)
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu)...”
(Ali Imran:18)

Allah swt juga menyatakan bahwa hanya dengan ilmu orang bisa memahami perumpamaan yang diberikan Allah untuk manusia. dengan ilmu pulalah orang bisa mendapat petunjuk Al Qur’an.
وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُون... بَلْ هُوَ آَيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْم وَمَا يَجْحَدُ بِآَيَاتِنَا إِلَّا الظَّالِمُون (سورة العنكبوت :43 و 49)
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia, dan tiada memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu”) (Al Ankabut:43)... “Sebenarnya, Al Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu dan tiadalah yang ingkar kepada ayat-ayat kami selain orang-orang dzalim.”(Al Ankabut:49).

Pada ayat lain, Allah swt berfirman dengan bahasa retorik (pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban) menggambarkan perbedaan yang jelas antara orang yang memiliki pengetahuan dan yang tidak memiliki pengetahuan
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ (سورة الزمر : 9)
Katakan, apakah sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu? Sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang akan menerima pelajaran
(Q.S. Az-zumar : 9(

Apakah sama kepribadiannya, akhlaqnya, keshalehannya, bahkan imannya orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Tentu jawabannya, “Tidak”. Kenapa tidak sama? Karena ilmu melahirkan banyak hikmah-hikmah dan menyimpan banyak keutamaan. Hanya orang yang belajar dan menuntut ilmulah yang akan menemukan hikmah dan meraih keutamaan itu. Pintu keutamaan itu tidak akan pernah diketuk oleh kemalasan, dan tidak akan pernah dibuka dengan kebodohan.
Allah swt juga memberikan garansi ketaatan dan ketundukan kepada Allah dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, serta takut kepada Tuhannya hanya kepada orang-orang yang berilmu
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ (سورة فاطر :28)
Sesungguhnya dari hamba-hamba Allah yang takut kepadaNya hanyalah ulama (orang yang berilmu) sesungguhnya Allah Maha Perkasa dan Maha Pengampun(Q.S. Fathir : 28)

Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini, sesungguhnya yang takut kepada Allah swt dengan sebenar-benarnya adalah ulama yang mengenal-Nya, yang karena pengetahuannya kepada Allah telah sempurna, ketakutan kepadaNya sangat besar.
Menurut Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan ulama dalam ayat ini adalah mereka yang mengetahui bahwa Allah swt Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dan yang mengenal Allah swt di antara hamba-hamba-Nya adalah yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, menghalalkan apa saja yang Dia halalkan, mengharamkan apa saja yang diharamkan, menjaga wasiat-wasiat-Nya, serta meyakini bahwa ia akan menghadap kepada-Nya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatan.
Rasulullah saw menjadikan belajar dan menuntut ilmu sebagai keniscayaan hidup. Keluar dari kungkungan kebodohan adalah keharusan yang tidak bisa ditawar. Tidak ada kata izin, atau halangan untuk tidak belajar dan menuntut ilmu sebagaimana sabdanya ; tuntutlah ilmu dari ayunan hingga liang lahad. Rasulullah saw dengan pembenaran Al-Quran telah mewajibkan kepada seluruh ummatnya untuk menuntut ilmu dan menetapkannya sebagai ciri dari keislaman seseorang,
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِم
Dari Anas bin Malik r.a. berkata; Rasulullah saw bersabda : Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. H.R. Ibnu Majah

Tidak ada kata penghalang dalam belajar, tidak ada batasan umur, sekali lagi menuntut ilmu tidak dibatasi oleh jarak, ataupun tempat. Rasulullah saw menyeruh ummat untuk menuntuk ilmu ke negeri yang terjauh sekalipun “Tuntutlah ilmu walaupun ke negeri Cina”. Karena ilmu adalah mutiara kaum muslimin yang hilang, maka dimanapun bisa ditemukan, maka harus diambil.
Keutamaan orang berilmu digambarkan Rasulullah saw dalam salah satu hadits berikut ;
عَنْ أَبَي الدَّرْدَاءِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِر (رواه ابو داود والترميذي)
Dari Abu Darda r.a. berkata: aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “siapa yang mengikuti jalan menuntut ilmu, maka Allah menuntunnya jalan menuju syurga. Sesungguhnya Malaikat meletakkan sayap-sayapnya sebagai keridhaan kepada orang yang menuntut ilmu. Dan sesungguhnya orang alim akan dimohonkan ampun oleh siapa yang ada di langit dan di bumi dan ikan-ikan yang ada di dasar air. Sesungguhnya keutamaan orang berilmu dari ahli ibadah seperti keutamaan bulan di malam purnama dari seluruh bintang-bintang, ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham, tetapi mewariskan ilmu, maka siapa yang mengambilnya, sungguh dia telah mengambil dengan porsi yang banyak. H.R. Abu Daud dan At-Tirmizi

Pilihan antara Ilmu dan Harta
Ketika Nabi Sulaeman a.s. ditawari Allah swt tiga hal; harta, kekuasaan, dan ilmu beliau memilih ilmu pengetahuan. Pilihan itu mungkin tidak populis kalau kita menggunakan ukuran manusia sekarang, karena merupakan pilihan yang merugikan. Realitas masyarakat sekarang ini kebanyakannya lebih mementingkan harta daripada ilmu pengetahuan. Mereka lebih memilih membeli sawah dan kebun yang luas, menyediakan modal untuk membeli ruko yang banyak, daripada memberikan modal kepada anak-anaknya untuk pendidikannya. Banyak yang tidak sekolah bukan karena tidak punya uang untuk membayar sekolahnya, tetapi karena orangtuanya lebih memilih untuk mewariskan harta dari pada ilmu. Tetapi pilihan Nabi Sulaeman adalah pilihan cerdas dan terbaik. Dengan ilmunya ia memperoleh kekuasaan dan limpahan harta yang tiada samanya baik sebelum maupun setelahnya.
Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya. ya Ali! lebih utama mana antara ilmu dengan harta?” Ali menjawab, “Ilmu lebih utama daripada harta. Ali kemudian memberikan sepuluh alasannya ;
1. Ilmu warisan para Nabi, sedang harta adalah warisan Qarun, Syidad dan Fir’aun.”
2. Ilmu bisa merawat dirimu. Sedang harta, kamulah yang merawatnya.”
3. Orang yang miliki harta cenderung mendapat banyak musuh. Sedang orang berilmu punya banyak teman.”
4. Harta ketika digunakan akan berkurang. Sedang ilmu semakin banyak digunakan semakin bertambah.”
5. Orang berharta biasa diberi gelar si Bakhil. Sedang orang berilmu selalu diberi gelargelar yang mulia dan terhormat.”
6. Harta benda harus dijaga dari pencuri. Sedang ilmu tidak perlu dijaga dari pencuri.”
7. Di hari kiamat nanti orang berharta dihisab sebab hartanya. Sedang orang berilmu kelak di hari kiamat dapat syafa’at sebab ilmunya.”
8. Seiring waktu berjalan, harta semakin lama kian habis dan rusak. Sedang ilmu, takkan bisa habis maupun rusak.”
9. Harta bisa mengeraskan dan menggelapkan hati. Sedang ilmu menerangi hati.”
10. Orang berharta biasa dikatakan sombong sebab kekayaannya. Sedang orang berilmu biasa disebut orang tawadhu’, rendah hati, sebab ilmunya,
Ali lanjutkan, Selama hayat masih di kandung badan, andai kalian semua bertanya padaku tentang masalah ini. Pasti kujawab dengan uraian jawaban berbeda-beda. Ali bin Abi Thalib memang salah seorang cerdik pandai dari sahabat-sahabat Rasulullah saw. Beliau sangat memahami peranan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manus, di dunia maupun di akhirat. Dalam satu atsarnya beliau katakan, “siapa yang menginginkan dunia maka hendaklah dengan ilmu, siapa yang menginginkan akhirat hendaklah dengan ilmu, dan siapa menginginkan keduanya hendaklah dengan ilmu”


Peradaban Besar Berdiri di atas Kegemilangan Ilmu Pengetahuan
Kebenaran al-Quran dan hadits adalah kebenaran pasti dan niscya yang tidak bisa ditawar. Kebenaran itulaha kemudian menjadi spirit ummat Islam untuk menggali ilmu pengetahuan. Mereka adalah ummat yang haus dan tamak dengan ilmu. Mereka menjadi ummat pembelajar. Penggalian ilmu pengetahuan menjadi tradisi ummat Islam, baik ilmu-ilmu keagamaan maupun ilmu profan, bahkan filsafat. Mereka rela menjual segala harta bendanya untuk mendanai rihlah (pengembaraannya) menuntut ilmu. Bahkan di antara ulama ada yang rela tidak menikah karena khusyuk belajar dan berkarya. Kebangkitan peradaban Islam akhirnya tidak bisa terbendung. Ia lahir dan mencuak menjadi peradaban baru yang meneguasai tiga benua; Asia, Afrika, dan sebagian benua Eropa. Ummat Islam telah menikmati kejayaannya pada saat Eropa masih berkutat dengan keterbelakangan dan kebodohannya.
Karya-karya ummat Islam diberbagai bidang ilmu pengetahuan tumbuh subur. Pada tahun 800 pabrik kertas pertama berhasil didirikan di Baghdad. Perpustakaan pun bermunculan di hampir seluruh negeri Arab (baca: Islam) yang dulu dikenal sebagai bangsa nomad yang buta huruf dan cuma bisa mengangon kambing. Direktur observatorium Maragha, Nasiruddin At Tousi memiliki kumpulan buku sejumlah 400.000 buah. Di Kordoba (Spanyol) pada abad 10, Khalifah Al Hakim memiliki suatu perpustakaan yang berisi 400.000 buku, sedangkan 4 abad sesudahnya raja Perancis Charles yang bijaksana hanya memiliki koleksi 900 buku. Bahkan Khalifah Al Aziz di Mesir memiliki perpustakaan dengan 1.600.000 buku, di antaranya 16.000 buah tentang matematika dan 18.000 tentang filsafat.
Pada masa awal Islam dibangun badan-badan pendidikan dan penelitian yang terpadu. Observatorium pertama didirikan di Damaskus pada tahun 707 oleh Khalifah Amawi Abdul Malik. Universitas Eropa, 2 atau 3 abad kemudian seperti Universitas Paris dan Univesitas Oxford semuanya didirikan menurut model Islam.
Para ilmuwan Islam seperti Al Khawarizmi memperkenalkan “Angka Arab” (Arabic Numeral) untuk menggantikan sistem bilangan Romawi yang kaku. Bayangkan bagaimana ilmu Matematika atau Akunting bisa berkembang tanpa adanya sistem “Angka Arab” yang diperkenalkan oleh ummat Islam ke Eropa. Kita mungkin bisa menuliskan angka 3 dengan mudah memakai angka Romawi, yaitu “III,” tapi bagaimana dengan angka 879.094.234.453.340 ke dalam angka Romawi?
Selain itu berkat Islam pulalah maka para ilmuwan sekarang bisa menemukan komputer yang menggunakan binary digit (0 dan 1) sebagai basis perhitungannya, Selain itu Al Khawarizmi juga memperkenalkan ilmu Algorithmdan juga Aljabar (Algebra). Omar Khayam menciptakan teori tentang angka-angka “irrational” serta menulis suatu buku sistematik tentang Mu’adalah (equation). Di dalam ilmu Astronomi ummat Islam juga maju. Al Batani menghitung enklinasi ekleptik: 23.35 derajad (pengukuran sekarang 23,27 derajad).
Dunia juga mengenal Ibnu Sina (Avicenna) yang karyanya Al Qanun fit Thibbi diterjemahkan ke bahasa Latin oleh Gerard de Cremone (meninggal tahun 1187), yang sampai zaman Renaissance tetap jadi textbook di fakultas kedokteran Eropa. Ar Razi (Razes) adalah seorang jenius multidisiplin. Dia bukan hanya dokter, tapi juga ahli fisika, filosof, ahli theologi, dan ahli syair. Eropa juga mengenal Ibnu Rusyid (Averroes) yang ahli dalam filsafat.
Maka tidaklah heran jika produser film Robin Hood the Prince of Thieves yang dibintangi Kevin Kostner, menyisipkan adegan keterkejutan Robin Hood dengan kecanggihan teknologi bangsa Moor.
Sayangnya kejayaan ummat Islam di abad pertengahan itu hanyalah masa lalu. Ummat Islam hanya bisa mengenang dan membaca sejarahnya. Hanya bisa berbangga dengan kejayaan pendahulunya. Tetapi belum mampu berbicara banyak dalam pentas dunia. Bahkan ketika ummat Islam mengabaikan perintah Allah yang saru ini (ilmu) ummat Islam terperosok dalam jurang keterbelakangan, dan tidak mampu bangkit dari ketertinggalannya.
Ummat Islam semakin jauh dari ajaran agamanya, semakin jauh dari al-Quran dan hadits Nabi, semakin jauh dari pengamalan para shalafus shaleh, mereka tidak memahami bahwa menuntut ilmu dan menjadi orang berilmu adalah perintah Allah dan perintah Nabi, sebagaimana halnya perintah shalat, sedekah dan yang lainnya.
Maka tidak ada alasan lagi bagi kita semuanya kecuali menggiatkan diri dengan belajar dan menuntut ilmu. Menjadikan masyarata Islam sebagai masyarakat pencinta ilmu dan pembelajar adalah agenda izzah dan proek keshalehan besar yang harus ditunaikan. Karena kebangkitan ummat akan terwujud dengan kebangkitan ilmu pengetahuannya. Wallahu a’lam